Sifat Perjanjian Jaminan
Saturday, 14 January 2017
SUDUT HUKUM | Jaminan yang diberikan debitor
harus dibuat dalam bentuk perjanjian antara kreditor dan penjamin yang
disebut perjanjian pengikatan jaminan. Semua perjanjian pengikatan jaminan
bersifat accessoir, artinya perjanjian pengikatan jaminan ekstensinya atau keberadaannya
tergantung pada perjanjian pokok, yaitu perjanjian kredit. Dengan
demikian, perjanjian kredit harus dibuat terlebih dahulu kemudian dibuat perjanjian
pengikatan jaminan. Jika perjanjian kredit berakhir karena kreditnya telah dilunasi
atau berakhir karena sebab lain, maka berakhir pula perjanjian pengikatan jaminan.
Namun, jika perjanjian pengikatan
jaminan cacat dan batal karena suatu sebab
hukum, maka perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok tidak batal. Debitor tetap
harus melunasi utangnya sesuai perjanjian kredit. H.F.A. Vollmar menyatakan bahwa
perjanjian penanggungan bentuknya bebas, karena itu penanggungan dapat
dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta di bawah tangan dan juga dapat diadakan
dalam bentuk sehelai surat atau suatu pernyataan lisan. Perjanjian
penjaminan atau penanggungan memiliki tahap-tahap dari dibuatnya perjanjian pokok berupa
perjanjian kredit hingga dibuatnya perjanjian penjaminan.
Tahapan dari
pembuatan perjanjian penjaminan atau penanggungan adalah sebagai berikut:
- Tahap pertama adalah penandatanganan perjanjian kredit. Tahap ini didahului dengan dibuatnya perjanjian pokok, yaitu perjanjian kredit antara kreditor dan debitor.
- Tahap kedua adalah penandatanganan akta borgtocht. Tahap ini merupakan tahap lanjutan setelah dibuatnya perjanjian pokok, yaitu tahap pembuatan akta borgtocht antara kreditor dengan pihak ketiga yang mengikatkan diri sebagai penjamin atau penanggung utang. Akta borgtocht memuat ketentuan seperti identitas para pihak, data-data dari perjanjian pokok, nilai penjaminan, dan lainlain.