-->

Tinjauan tentang Perbandingan Hukum Pidana

SUDUT HUKUM | Menurut Rene David, perbandingan hukum merupakan ilmu yang setua ilmu hukum itu sendiri, namun perkembangannya sebagai ilmu peengetahuan baru pada abad-abad terakhir ini. Demikian pula Adolf F. Schnitzer mengemukakan, bahwa baru pada abad ke-19 perbandingan hukum itu berkembang sesuai cabang khusus dari ilmu hukum. Perkembangan pada abad ke-19 terutama terjadi di Eropa (khususnya Jerman, Prancis, Inggris) dan Amerika. Pada mulanya minat studi perbandingan hukum bersifat perseorangan yang kemudian berkembang dalam bentuk kelembagaan (Barda Nawawi Arief, 1998 : 1).

Historically speaking, one can occasionally read that comparative law as a serious academic discipline began as comparative criminal law, either in Germany or in France, or both. And yet, no introduction to comparative criminal law fails to point out that comparative law means, and has meant for quite some time, comparative civil law first and foremost. Textbooks on comparative law feel no need to address, or even acknowledge the existence of, comparative studies in criminal law. The massive International Encyclopedia of Comparative Law does not cover criminal law, devoting itself instead to virtually every aspect and variety of civil, commercial and economic law (Markus Dubber, 2006 : 1288).

Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa perbandingan hukum adalah hal yang sangat penting dalam pendidikan yang mana dimulai sebagai perbandingan hukum pidana, baik itu di negara Jerman atau Prancis atau keduanya—seperti yang dipaparkan dalam buku Barda Nawawi. Akan tetapi masih belum ada pengenalan mengenai apa yang dimaksud dengan perbandingan hukum pidana. Buku-buku tentang perbandingan hukum tidak merasa perlu menambahkan mengenai keberadaan pembelajaran komparatif dalam hukum pidana. Internasional Ensiklopedia tentang Perbandingan Hukum juga tidak meliputi hukum pidana, melainkan tertuang hampir setiap aspek dan berbagai hukum perdata, hukum dagang dan ekonomi.

Baca Juga


Rudolf D. Schlessinger dalam bukunya (Comparative Law, 1959) mengemukakan:

  • Comparative Law merupakan metode penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih dalam tentang bahan hukum tertentu
  • Comparative Law bukanlah suatu perangkat peraturan dan asas-asas hukum, bukan suatu cabang hukum (is not a body of rules and principles)
  • Comparative Law adalah teknik atau cara menggarap unsur hukum asing yang aktual dalam suatu masalah hukum (is the technique of dealing with actual foreign law elements of a legal problem).
Bertolak dari pengertian demikian, maka tepatlah digunakan istilah “perbandingan hukum” dan bukan “hukum perbandingan” seperti yang dikemukakan oleh Dr. G. Guitens-Bourgois sebagai berikut :
Perbandingan hukum adalah metode perbandingan yang diterapkan pada ilmu hukum, melainkan hanya suatu metode studi, suatu metode untuk meneliti sesuatu, suatu cara kerja, yakni perbandingan. Apabila hukum itu terdiri atas seperangkat peraturan, maka jelaslah bahwa hukum perbandingan itu tidak ada. Metode untuk membanding-bandingkan aturan hukum dari berbagai sistem hukum tidak mengakibatkan perumusan-perumusan aturan-aturan yang berdiri sendiri : tidak ada aturan hukum perbandingan.
Perbandingan hukum sebagai suatu metode mengandung arti bahwa ia merupakan suatu cara pendekatan untuk lebih memahami suatu obyek atau masalah yang diteliti. Oleh karena itu sering digunakan istilah metode perbandingan hukum (Barda Nawawi Arief, 1998 : 3-4).
Mengenai perbandingan hukum sebagai metode penelitian, Prof. Dr. Soerjono Soekanto mengeaskan bahwa, dalam penelitian hukum normatif perbandingan hukum merupakan suatu metode, dimana di dalam ilmu hukum dan praktek hukum metode perbandingan sering diterapkan. Namun, dalam penelitian yang dilakukan oleh ahli-ahli hukum yang tidak mempelajari ilmu-ilmu sosial lainya, metode perbandingan dilakukan tanpa sistematik atau pola tertentu. Oleh karena itu penelitian-penelitian hukum yang mempergunakan metode perbandingan biasanya merupakan penelitian sosiologi hukum, antropologi hukum, psikologi hukum, dan sebagainya yang merupakan penelitian hukum empiris. 

Walaupun belum ada kesepakatan, namun ada beberapa model atau paradigma tertentu mengenai penerapan metode perbandingan hukum, antara lain:

  • Contantinnesco, mempelajari proses perbandingan hukum dalam tiga fase:

  1. Pada fase pertama mempelajari konsep-konsep (yang diperbandingkan) dan menerangkannya menurut sumber aslinya (studying the concepts and examining them at their original source). Mempelajari konsep-konsep itu di dalam kompleksitas dan totalitas dari sumber-sumber hukum dengan pertimbangan yang sungguh-sungguh, yaitu dengan melihat hirarki sumber hukum itu dan menafsirkannya dengan menggunakan metode yang tepat atau sesuai dengan tata hukum yang bersangkutan.
  2. Fase kedua memahami konsep-konsep yang diperbandingkan, yang berarti mengintegrasikan konsep-konsep itu kedalam tata hukum mereka sendiri, dengan memahami pengaruh-pengaruh yang dilakukan terhadap konsep-konsep itu dengan menentukan unsur-unsur dari sistem dan faktor di luar hukum, serta mempelajari sumber-sumber sosial dari hukum positif.
  3. Fase ketiga melakukan penjajaran (menempatkan secara berdampingan) konsep-konsep itu untuk diperbandingkan. Pada fase ketiga ini merupakan fase yang agak rumit dimana metode-metode perbandingan hukum yang sesungguhnya digunakan, metode-metode ini ialah melakukan diskripsi, analisis, dan eksplanasi yang harus memenuhi kriteria yang bersifat kritis, sistematis, dan membuat generalisasi dan harus cukup luas dan meliputi pengidentifikasian hubungan-hubungan dan sebab-sebab dari hubungan-hubungan itu.

  • Kamba, menekankan bahwa penjelasan mengenai perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan merupakan sesuatu yang seharusnya ada pada perbandingan hukum, ia juga membicarakan tiga fase yang terdiri dari deskripsi, analisa, dan eksplanasi. Juga menekankan pendekatan fungsional dan pendekatan pemecahan masalah sebagai suatu yang sangat diperlukan bagi perbandingan lintas-budaya.
  • Schmidlin, mengemukakan tiga pendekatan yaitu : analisis menurut hukum (legal analysis), analisis menurut morfologi-struktural, dan analisis yang bersifat evolusi-historis dan fungsional.
  • Soerjono Soekanto, perbandingan hukum mungkin diterapkan dengan memakai unsur-unsur sistem hukum sebagai titik-tolak perbandingan. Sistem hukum mencakup tiga unsur pokok, yaitu:

  1. Struktur hukum yang mencakup lembaga-lembaga hukum
  2. Substansi hukum yang mencakup perangkat kaidah atau perilaku teratur
  3. Budaya hukum yang mencakup perangkat nilai-nilai yang dianut.
Perbandingan hukum dapat dilakukan terhadap masing-masing unsur atau secara kumulatif terhadap semuanya. Dengan metode perbandingan hukum dapat dilakukan penelitian terhadap berbagai subsistem hukum yang berlaku di suatu masyarakat tertentu atau secara lintas sektoral terhadap sistem-sistem hukum berbagai masyarakat yang berbeda-beda (Barda Nawawi Arief, 1998 : 9-11).

Traditionally, comparative law is thought to require comparing one country’s law with that of another. One might compare the common law approach to criminal law with the civil law approach, the influence of English criminal law throughout the common law world (composed of countries once under English rule) and the influence of German criminal law among civil law countries (including much of Latin America, Europe (except France), Japan, Korea, and Taiwan) (Markus D Dubber, 2006 : 3).

Dasarnya hukum perbandingan adalah membandingkan hukum suatu negara dengan hukum negara lain. Dapat berupa pendekatan perbandingan hukum pidana dalam sistem common law dengan sistem civil law, pengaruh dari hukum pidana Inggris terhadap negara-negara common law (yang terdiri dari negara-negara bekas jajahan Inggris, dimana dalam penelitian ini adalah negara Singapura) dan pengaruh dari hukum pidana Jerman dan juga Perancis diantara negara-negara civil law, dimana sistem civil law di Indonesia mendapat pengaruh dari Perancis (karena Belanda menyadur sistem hukum dari Perancis, maka Indonesia selaku negara bekas jajahan Belanda juga mendapat pengaruh dari Perancis).

Comparative analysis of specific offenses is trickier than that of general principles of criminal liability. It’s easy enough to line up different definitions of, say, larceny in various jurisdictions. But little would be gained by cataloging differences and similarities, a task complicated by the need to consider differences in statutory context, categorization of offenses, general definitions, and style of codification. Comparison at the level of specific offenses makes for a good exercise in the careful reading of statutes, but yields limited insights into substantive criminal law (Markus D Dubber, 2006 : 10).

Analisis perbandingan dari spesifikasi tindak pidana lebih sulit dibanding membandingkan dengan ketentuan umum pertanggung jawaban pidana. Cukup mudah untuk mendata perbedaan pengertian-pengertian, tapi sedikit yang di dapatkan dengan mendaftar perbedaan dan persamaan tersebut, suatu hal yang sulit dilakukan karena dibutuhkan suatu pertimbangan perbedaan dalam konteks undang-undang, kategorisasi tindak pidana, pengertian umum, dan tipe kodifikasi. Membandingkan spesifikasi tindak pidana memberikan pelatihan yang baik dalam hal pembacaan undang-undang, tetapi menghasilkan wawasan yang terbatas berkaitan dengan substansi hukum pidana.

Soerjono Soekanto menjelaskan kegunaan dari perbandingan hukum adalah sebagai berikut (Barda Nawawi Arief, 1998 : 18-19) :

  • Memberikan pengetahuan tentang persamaan dan perbedaan antara berbagai bidang tata hukum dan pengertian-pengertian dasarnya.
  • Pengetahuan tentang persamaan akan mempermudah mengadakan keseragaman hukum, kepastian hukum, dan kesederhanaan hukum.
  • Pengetahuan tentang perbedaan yang ada memberikan pegangan atau pedoman yang lebih mantap bahwa dalam hal-hal tertentu keanekaragaman hukum merupakan kenyataan dan hal yang harus diterapkan.
  • Perbandingan hukum akan dapat memberi bahan-bahan tentang faktor-faktor hukum apakah yang perlu dikembangkan atau dihapuskan secara berangsur-angsur demi integritas masyarakat.
  • Perbandingan hukum dapat memberikan bahan-bahan untuk pengembangan hukum antara tata hukum pada bidang-bidang dimana kodifikasi dan unifikasi terlalu sulit untuk diwujudkan.
  • Penting untuk melaksanakan pembaharuan hukum.
  • Di bidang penelitian penting untuk lebih mempertajam dan mengarahkan proses penelitian hukum.
  • Di bidang pendidikan hukum, memperluas kemampuan untuk memahami sistem hukum yang ada serta penegakannya yang tepat dan adil.
Having a look around will reveal not only differences, but also a great many similarities, especially on the level of criminal law doctrine, rather than in matters of broad penal policy. Comparative criminal law is not a one-way street; at its best, it involves the exchange of ideas in a spirit of mutual curiosity. A rule or an approach is neither better nor worse simply because it is foreign (Markus D Dubber, 2006 : 10).

Melihat sekeliling akan membuka tidak hanya perbedaan, tetapi juga banyak persamaan, terutama mengenai doktrin tindak pidana. Perbandingan hukum pidana bukanlah satu arah pembelajaran, bagian terbaiknya justru hal tersebut melibatan suatu pertukaran ide dalam hal persamaan keingintahuan. Suatu aturan atau pendekatan tidak lebih baik atau lebih buruk hanya karena merupakan milik negara lain.

Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel