Anak Angkat Dalam KHI
Monday, 13 February 2017
SUDUT HUKUM | Pada pembahasannya sebelumnya, telah disebutkan bahwa
pembentukan KHI didasarkan melalui berbagai cara yang di antaranya
adalah seminar (Untuk melihat posting sebelumnya Klik Disini). Merujuk kepadanya, Tim Pengkajian Bidang Hukum Islam pada
Pembinaan Hukum Nasional dalam seminar pengkajian hukum 1980/1981 di
Jakarta yang pernah mengusulkan pokok-pokok pikiran sebagai bahan penyusunan
Rancangan Undang-undang tentang anak angkat yang dipandang dari
sudut hukum Islam.
Pokok pikiran tersebut adalah:
- Hukum Islam tidak melarang adanya lembaga adopsi (pengangkatan anak) bahkan membenarkan dan menganjurkan demi untuk kesejahteraan anak dan kebahagiaan orang tua.
- Perlu diadakannya peraturan perundangan-undangan tentang pengangkatan anak yang memadahi.
- Supaya diusahakan adanya penyatuan istilah pengangkatan anak dengan meniadakan istilah-istilah lain.
- Pengangkatan anak jangan memutuskan hubungan antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya.
- Hubungan kekayaan/kebendaan antara anak yang diangkat dan orang yang mengangkat dianjurkan agar dalam hubungan hibah dan wasiat.
- Pengangkatan anak yang terdapat dalam hukum adat hendaknya diusahakan agar tidak bertentangan dengan hukum Islam.
- Pengangkatan anak oleh warga negara asing supaya diadakan pembatasan yang lebih ketat.
- Tidak dapat dibenarkannya pengangkatan anak oleh orang yang berlainan agama.
KHI sebagai realisasinya, kemudian memasukkan akibat hukum
dari pengangkatan anak menurut Mu’thi Artho, yaitu:
- Beralih tanggungjawab pemeliharaan hidup sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya dari orang tua asal kepada orang tua angkat.
- Pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah/nasab antara anak angkat dengan orang tua kandungnya sehingga tetap berlaku hubungan mahram dan saling mewarisi.
- Pengangkatan anak tidak menimbulkan hubungan darah/nasab antara anak angkat dengan orang tua angkatnya.
- Pengangkatan anak menimbulkan hubungan hukum yang berupa hak dan kewajiban antara orang tua angkat dengan anak angkatnya.
- Pengangkatan anak menimbulkan hak wasiat wajibah antara orang tua angkat dengan anak angkat.
Demikian merupakan penjabaran dari pasal 171 KHI pada
huruf “h”,
yang mengatakan bahwa anak angkat adalah anak yang dalam
pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya
beralih tanggungjawabnya dari orang tua asal kepada orang tua
angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan; jika melihat pengertian tersebut maka
dapat diartikan pula bahwa anak angkat di sini telah menjadi bagian keluarga
dari orang tua yang mengangkatnya. Sebagai bagian dari keluarga (anak), ia pun
berhak mendapatkan cinta dan kasih sayang orang tua seperti yang lainnya.
Tersebut dalam pasal di atas, menegaskan:
- Bahwa status anak angkat hanya terbatas pada peralihan:
- pemeliharaan hidup sehari-hari;
- tanggungjawab biaya pendidikan,
- Keabsahan statusnya pun harus berdasar kepada Pengadilan
- Kemudian dalam pasal 209 KHI memberikan hak wasiat wajibah sebanyak 1/3 bagian dari harta orang tua angkat yang ditinggalkan kepada anak angkat.
Dengan demikian, maka tidak ada tuntutan hak yang lebih
bagi si anak angkat dari sekedar mendapatkan kasih sayang orang tua
angkatnya, serta memenuhi segala kewajiban sebagaimana anak terhadap orang
tua. Namun demikian, kasih sayang ini pun tidak hanya diwujudkan
secara moral. Akan tetapi dapat pula diwujudkan dengan materiil, oleh
karena itu, berkaitan dengan kewajibannya, maka tidak menutup
kemungkinan pula orang tua angkat memberinya hak atas pemeliharaan kekayaan miliknya.
Adapun cara yang diberikan KHI seperti tersebut di atas adalah melalui
wasiat wajibah.