Pembentukan KHI
Monday, 13 February 2017
SUDUT HUKUM | Menurut Ahmad Imam Mawardi, ada dua jenis faktor sosial
yang dapat dianggap menjadi latar belakang sosial pembuatan KHI,
yaitu:
- Keinginan untuk mengakomodasi hukum dan peraturan adat serta tradisi yang hidup di masyarakat yang dapat diterima oleh kaidah dan prinsip hukum Islam.
- Adalah keinginan untuk membangun kehidupan sosial lebih baik melalui pembangunan di bidang keagamaan.
Untuk tujuan ini,
formulator KHI menggunakan pendekatan-pendekatan mashlahah mursalah dan sadd ad-dhara’i
yang ditunjukkan untuk mempromosikan
kebiasaan umum. Kombinasi kedua faktor sosial ini adalah latar belakang utama dari
dibuatnya KHI.
Jika kemunculan KHI ini dipandang sebagai suatu model bagi
Fiqh yang bersifat khas ke-Indonesia-an, maka jelas gagasan ini
diilhami oleh ide-ide pembaharuan hukum Islam Hazairin (1905-1975) dan T. M.
Hasbi Ash-Shiddieqy (1906-1976). Baik Hazairin maupun Hasbi terlampau sering
melontarkan pendapatnya mengenai perlunya disusun semacam fiqh
Indonesia yang sesuai dengan kebutuhan dan kesadaran hukum masyarakat Islam
Indonesia.
Namun yang tampak kemudian berasal dari MA RI yang
didukung penuh oleh Depag RI. Sebagai realisasinya, MA RI bersama Depag
RI memprakarsai adanya proyek pembanguan hukum Islam melalui
yurisprudensi, suatu proyek yang akan bertanggungjawab atas pembentukan KHI.
Sedang pihak-pihak yang dilibatkan dalam proses penyusunan
KHI, selain para birokrat dari Depag dan Hakim Agung dari MA RI adalah
para ulama, dan para Cendikiawan/Intelektual Muslim. Ulama yang dimaksud
dalam pengertian ini adalah mereka yang mempunyai otoritas untuk mengambil
keputusan di bidang agama baik secara personal maupun kolektif. Adapun Intelektual/Cendikiawan Muslim yang dimaksud dalam
klasifikasi ini adalah mereka yang diakui karena kepakaran ilmunya, terutama di
bidang hukum Islam.
Dalam tata kerja “Proyek
Pembangunan Hukum Islam melalui Yurisprudensi” dijelaskan
bahwa KHI dibentuk dengan cara-cara tertentu dan melalui usaha yang ditempuh, yaitu:
- Pengkajian kitab-kitab fiqh
- Wawancara dengan para ulama
- Yurisprudensi Pengadilan Agama
- Studi Perbandingan Hukum dengan negara lain
- Lokakarya/seminar materi hukum untuk Pengadilan Agama
Demikian, hingga terbentuklah sistematika KHI yang terdiri
dari tiga buku, dan 229 pasal, yaitu:
- Buku I : Hukum Perkawinan, terbagi dalam:
- 19 (sembilan belas) bab
- 170 pasal (dari pasal 1-170)
- Buku II : Hukum Kewarisan, terbagi dalam:
- 6 (enam) bab
- 44 pasal (dari pasal 171-214)
- Buku II : Buku Perwakafan, terbagi dalam
- 5 (lima) bab
- 15 pasal (dari pasal 215-229)
Rujukan:
- Doddy S. Trauna dan Ismantu Ropi, Pranata Islam di Indonesia, Pergulatan Sosial, Politik, Hukum dan Pendidikan, cet. Ke 1, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 2002).
- Bismar Siregar, “Prof. Dr. Hazairin, Seorang Mujahidin Penegak Hukum Berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa”, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia in Memorium Prof. Dr. Hazairin, (Jakarta: UI Press, tt.),
- Yudian W. Asmin, “Reorientation of Indonesian Fiqh”, dalam Yudian W. Asmin (ed.), Ke Arah Fiqh Indonesia, (Yogyakarta: Forum Studi Hukum Islam Fak. Syari’ah IAIN SuKa, 1994),
- Hazairin, Tujuh Serangkai Tentang Hukum, cet. IV, (Jakarta: Bina Aksara, 1985),
- T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Syari’at Islam Menjawab Tantangan Zaman, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996),
- Marzuki Wahid dan Rumadi, Fiqh.,
- Yahya Harahap, “Tujuan KHI”, dalam IAIN Syarif Hidayatullah, Kajian Islam Tentang Berbagai Masalah Kontemporer, (Jakarta: Hikmat Syahid Indah, 1988).