Hukum Materil Pengadilan Agama
Saturday, 11 February 2017
SUDUT HUKUM | Materi hukum
yang berlaku di dalam Pengadilan Agama antara lain, materi fikih munakahat, mu’amalat,
dan ditambah sebagian jinayat berdasarkan Qanun pada Mahkamah
Syari‘ah di Aceh. Boleh dikatakan bahwa dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1989
hukum materil Pengadilan Agama sebatas bidang hukum keluarga, bersumber dari
fikih munakahat dan sebagian fikih mu’amalat,
yaitu wasiat, waris, hibah, wakaf dan shadaqah. Setelah Undang-Undang No.3
Tahun 2006 yang diubah dengan Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 tentang
Peradilan Agama, hukum materil Pengadilan Agama mencakup seluruh materi fikih mu’amalat, yaitu materi ekonomi syariah, dan sebagian
fikih ibadat, yaitu zakat.
Pada dasarnya hukum materil Pengadilan Agama bersumberkan dari fikih, khususnya
fikih madzhab Syafi‘i yang dianut oleh mayoritas muslim di Indonesia. Tradisi
di Pengadilan Agama adalah merujuk hukum Islam dalam kitab kuning (fikih
klasik), khususnya kitab fikih dalam madzhab Syafi‘i, dan belakangan berkembang
kepada fikih umum lintas madzhab seperti kitab Fiqh as-sunnah karangan Sayyid Sabiq, dan Al-Fiqh al-Islami wa adillatuh karangan Syekh Wahbah Az-Zuhaili.
Paling tidak ada tiga materi hukum Islam yang berlaku di Peradilan Agama
termasuk di dalamnya Mahkamah Syari‘ah di Aceh: Pertama, Hukum Keluarga. Dalam literatur fikih klasik,
hukum keluarga identik dengan fiqh
al-munakahat. Dalam perkembangannya, hukum keluarga lazimnya terkait dengan
hukum perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, dan wakaf. Sehingga hukum keluarga
memasukkan juga sebagian unsur fiqh
al-mu’amalat yaitu: waris, wasiat, hibah dan wakaf. Dalam
literatur fikih kontemporer dikenal dengan istilah Al-Ahwal asy-syakhshiyyah.
Kedua, Hukum Ekonomi Syariah. Dalam
literatur fikih klasik, hukum yang berkaitan dengan kebendaan identik dengan fiqh al-mu’amalat. Pada umumnya ulama
mengelompokkan kajian fikih dalam empat bagian, yaitu: fiqh al-’ibadat, fiqh al-mu’amalat, fiqh al-munakahat, dan fiqh al-jinayat. Sekalipun
dalam kajian fiqh al-mu’amalat biasanya memasukkan pembahasan waris, wasiat, dan wakaf, pada perkembangannya fiqh
al-mu’amalat dialamatkan pada fikih ekonomi, sehingga dikenal
dengan istilah Hukum Ekonomi Syariah.
Hukum Ekonomi Syariah tidak hanya
membahas lingkup fiqh al-mu’amalat tetapi juga memasukkan sebagian fiqh al-ibadat, yaitu zakat.
Hal tersebut dikarenakan Hukum Ekonomi Syariah berhubungan erat dengan hukumkebendaan dan perikatan, sedangkan zakat juga sangat terkait dengan hukum
kebendaan. Ketiga, jinayat. Hukum jinayat (hukum pidana Islam)
yang berlaku pada Mahkamah Syari‘ah di Aceh adalah terkait dengan Qanun No. 12,
13 dan 14 Tahun 2003 tentang khamar (menjual dan mengkonsumsi minuman
keras), maisir (judi) dan khalwat (larangan berduaan di tempat sepi
bagi yang bukan muhrim).