-->

Penerapan Hukum Islam di Malaysia

SUDUT HUKUM | Izinkan kami bila salah mengutip dan membicarakan penerapan hukum Islam di Malaysia untuk sekedar membuka cakrawala berpikir demi perkembangan ilmu pengetahuan. Upaya melaksanakan hukum Islam dalam bidang ibadah dan hukum keluarga (perkawinan, perceraian, kewarisan) di negara-negara Asia Tenggara saat ini merupakan fenomena kultural umat yang latar belakangnya dapat dilihat dari berbagai segi. Diantaranya ialah bahwa hukum Islam telah menjadi hukum yang hidup di dalam masyarakat yang beragama Islam di kawasan Asia Tenggara, karena hukum Islam berkembang bersamaan dengan masuknya Islam di kawasan ini. Sebagai hukum yang hidup di tengah-tengah umat Islam, maka hukum Islam telah menjadi bagian dari kehidupan umat, sehingga hukum Islam tidak lagi dirasakan sebagai norma-norma hukum yang dipaksakan dari luar diri masing-masing pemeluknya.


Penerapan Hukum Islam di Malaysia


Baca Juga

Jika diamati dari kodifikasi, maka implementasi hukum Islam di Malaysia telah melewati tiga fase, yaitu periode Melayu, penjajahan Inggris, serta fase kemerdekaan. Kodifikasi hukum paling awal termuat dalam prasasti Trengganu yang ditulis dalam aksara Jawi, memuat daftar singkat mengenai sepuluh aturan dan bagi siapa yang melanggarnya akan mendapat hukuman. Selain kodifikasi hukum tersebut, juga terdapat buku aturan hukum yang singkat, salah satu diantaranya adalah Risalah Hukum Kanun atau buku Hukum Singkat Malaka yang memuat aturan hukum perdata dan pidana Islam. Pada fase penjajahan Inggris, posisi hukum Islam sebagai dasar negara berubah. Administrasi hukum Islam dibatasi pada hukum keluarga dan beberapa masalah tentang pelanggaran agama. Pada fase awal kemerdekaan Malaysia, pengaruh serta pakar hukum Inggris masih begitu kuat, namun di beberapa negara bagian telah diundangkan undang-undang baru mengenai administrasi hukum Islam.

Hal ini dimaksudkan untuk memberikan pendasaran konstitusi serta wewenang kepada Majelis Agama Islam, Departemen Agama, dan Pengadilan Syari‘ah Pada dekade 80-an telah diupayakan perbaikan hukum Islam di berbagai negara bagian. Untuk itu, sebuah konferensi nasional telah diadakan di Kedah untuk membicarakan hukum Islam, khususnya yang berkaitan dengan masalah hukum pidana. Maka dibentuklah sebuah komite yang terdiri atas ahli hukum Islam dan anggota bantuan hukum, kemudian mereka dikirim ke berbagai negara Islam untuk mempelajari hukum Islam dan penerapannya di negara-negara tersebut. 

Sebagai wujud perhatian pemerintah federal kepada hukum Islam, maka pada saat yang sama dibentuk beberapa komite diantaranya bertujuan untuk menelaah struktur, yuridiksi, dan wewenang Pengadilan Syari‘ah dan merekomendasikan pemberian wewenang dan kedudukan yang lebih besar kepada hakim Pengadilan Syari‘ah, mempertimbangkan suatu Kitab Undang-Undang Hukum Keluarga Islam yang baru guna menggantikan yang lama sebagai penyeragaman undang-undang di negara-negara bagian. Salah satu komite juga mempertimbangkan proposal adaptasi hukum acara pidana dan perdata bagi Pengadilan Syari‘ah. 

Hasilnya, beberapa produk perundang-undangan telah ditetapkan, antara lain:

  • Administrasi Hukum Islam

  1. Undang-Undang Administrasi Pengadilan Kelantan, 1982
  2. Undang-Undang Mahkamah Syari‘ah Kedah, 1983
  3. Undang-Undang Administrasi Hukum Islam Wilayah Federal, 1985

  • Hukum Keluarga

  1. Undang-Undang Hukum Keluarga Islam Kelantan, 1983
  2. Undang-Undang Hukum Keluarga Islam Negeri Sembilan, 1983
  3. Undang-Undang Hukum Keluarga Islam Malaka, 1983
  4. Undang-Undang Hukum Keluarga Islam Selangor, 1984
  5. Undang-Undang Hukum Keluarga Islam Perak ,1984
  6. Undang-Undang Hukum Keluarga Islam Kedah, 1984
  7. Undang-Undang Hukum Keluarga Islam Wilayah Federal, 1984
  8. Undang-Undang Hukum Keluarga Islam Penang, 1985
  9. Undang-Undang Hukum Keluarga Islam Trengganu, 1985

  • Acara Pidana

  1. Undang-Undang Acara Pidana Islam Kelantan ,1983
  2. Undang-Undang Hukum Acara Pidana Islam Wilayah Federal

  • Acara Perdata

  1. Undang-Undang Hukum Acara Perdata Islam Kelantan 1984
  2. Undang-Undang Hukum Acara Perdata Islam Kedah , 1984.

Pada dasarnya hukum Islam di Malaysia, ada yang menyangkut persoalan perdata dan ada yang menyangkut persoalan pidana. Dalam bidang perdata meliputi:

  1. Pertunangan, nikah cerai, membatalkan nikah atau perceraian
  2. Memberi harta benda atau tuntutan terhadap harta akibat perkara di atas
  3. Nafkah orang di bawah tanggungan, anak yang sah, penjagaan dan pemeliharaan anak
  4. Pemberian harta wakaf, dan
  5. Perkara lain yang diberikan kuasa berdasarkan undang-undang.
Dalam persoalan pidana mengatur hal sebagai berikut:

  1. Penganiayaan terhadap istri dan tidak patuh terhadap suami,
  2. Melakukan hubungan seks yang tidak normal,
  3. Penyalah-gunaan minuman keras,
  4. Kesalahan terhadap anak angkat, dan
  5. Kesalahan-kesalahan lain yang telah diatur lebih jauh dalam undang-undang.
Walaupun beberapa masalah telah diatur dalam hukum Islam di Malaysia, namun hukum Inggris tetap diberlakukan pada sebagian besar legislasi dan yudisprudensi. Undang-Undang Hukum Perdata Tahun 1956 menyebutkan, bahwa jika tidak didapatkan hukum tertulis di Malaysia, Pengadilan Perdata harus mengikuti hukum adat Inggris atau aturan lain yang sesuai. Dengan demikian hukum Islam hanya berlaku pada wilayah yang terbatas, yaitu yang berhubungan dengan keluarga dan pelanggaran agama. 

Dalam hukum keluarga, pengadilan perdata tetap memiliki yuridiksi, seperti dalam kasus hak milik, warisan, serta pemeliharan anak. Bila terdapat pertentangan antara pengadilan perdata dan syari‘ah, maka kewenangan peradilan perdata lebih diutamakan. Melihat kenyataan tersebut di atas, eksistensi hukum Islam di Malaysia sesungguhnya belum berlaku secara menyeluruh terhadap semua penduduk negara tersebut. Hal ini karena masih adanya pengaruh hukum kolonial Inggris yang pernah menjajah Malaysia. Tampaknya hukum Islam di Malaysia masih membutuhkan penelaahan secara menyeluruh agar proses legislasi untuk membuat hukum Islam di Malaysia menjadi efektif. 

Pada dasarnya, penerapan hukum Islam di Malaysia belum berlaku secara menyeluruh terhadap semua penduduk. Hal ini disebabkan karena adanya beberapa faktor penghambat, yaitu:

  1. Adanya pluralisme agama,
  2. Adanya pengaruh penjajahan, dan
  3. Adanya pengaruh sekularisasi dan modernisasi.

Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel