Penerapan Hukum Islam di Asia Tenggara
Saturday, 11 February 2017
SUDUT HUKUM | Dunia Islam mempunyai pengalaman
yang sangat beragam mengenai berbagai upaya yang dilakukan untuk mempertahankan
eksistensi hukum-hukum agamanya, mulai dari yang paling ekstrim kiri sampai
yang ekstrim kanan. Ekstrim kiri yang dimaksud adalah negara-negara muslim yang
sangat kental dengan faham sosialismenya dalam menerapkan hukum Islam dalam
ranah kehidupan negara. Sedangkan ekstrim kanan merupakan kekuatan Islam yang
tumbuh dan berkembang dengan visi dan misi menerapkan syariat Islam sebagai
paradigma hukum yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga
sistem sosial yang dibangun berlandaskan kepada hukum Islam.
Upaya untuk melaksanakan hukum
Islam di berbagai kawasan yang paling menonjol adalah dalam bidang hukum
keluarga. Meskipun dalam bidang-bidang lain seperti hukum muamalah atau tata
perekonomian yang berdasakan syari‘ah juga sedang diperjuangkan, hukum pidana Islam (jinayah)
serta politik hukum Islam (siyasah syar‟iyah). Hukum ekonomi
Islam mengembangkan sistem ekonomi yang berdasar syari‘ah, sistem bagi hasil.
Hukum pidana Islam (jinayah) merupakan hukum publik yang berdasarkan
syari‘ah Islam. Politik hukum Islam merupakan strategi dalam memperjuangkan
hukum Islam dan pelaksanaannya melalui sistem hukum dan sistem peradilan di
kawasan tertentu. Di beberapa kawasan yang paling menonjol adalah dalam bidang
hukum keluarga.
Sebab hukum keluarga dirasakan sebagai garda terdepan dalam pembinaan masyarakat muslim yang diawali dari pembentukan keluarga sakinah. Pembinaan masyarakat muslim yang paling awal berasal dari keluarga, dengan asumsi bahwa keluarga yang sejahtera dan berhasil membina seluruh anggotanya akan memberikan kontibusi kepada kemajuan di tengah masyarakat serta dalam komunitas yang lebih besar.
Untuk melaksanakan hukum keluarga atau perundang-undangan hukum perorangan (personal status), maka keberadaan suatu sistem peradilan merupakan dua sisi dari mata uang, keberadaannya tidak bisa dipisahkan dari legislasi Islam melalui perundang-undangan dan pendirian pengadilan. Di beberapa kawasan untuk menyebutkan sistem peradilan Islam yang melaksanakan hukum keluarga dengan beraneka nama. Di Indonesia dengan nama Peradilan Agama, Mahkamah Syari‘ah, Kerapatan Qadhi, Peradilan Ugama, Raad Agama, Family Court, Peradilan Surambi, Pristeraad, Majelis Syara‘ dan lain-lain.
Sebab hukum keluarga dirasakan sebagai garda terdepan dalam pembinaan masyarakat muslim yang diawali dari pembentukan keluarga sakinah. Pembinaan masyarakat muslim yang paling awal berasal dari keluarga, dengan asumsi bahwa keluarga yang sejahtera dan berhasil membina seluruh anggotanya akan memberikan kontibusi kepada kemajuan di tengah masyarakat serta dalam komunitas yang lebih besar.
Untuk melaksanakan hukum keluarga atau perundang-undangan hukum perorangan (personal status), maka keberadaan suatu sistem peradilan merupakan dua sisi dari mata uang, keberadaannya tidak bisa dipisahkan dari legislasi Islam melalui perundang-undangan dan pendirian pengadilan. Di beberapa kawasan untuk menyebutkan sistem peradilan Islam yang melaksanakan hukum keluarga dengan beraneka nama. Di Indonesia dengan nama Peradilan Agama, Mahkamah Syari‘ah, Kerapatan Qadhi, Peradilan Ugama, Raad Agama, Family Court, Peradilan Surambi, Pristeraad, Majelis Syara‘ dan lain-lain.
Perkembangan hukum Islam di negara
modern terutama yang berhubungan dengan ahwal al-Syakhsiyah (nikah,
cerai, rujuk, warisan, wakaf, hibah dan shadaqah) dapat disebutkan sebagai
format baru yang mengakomodasikan gagasan-gagasan
pembaharuan pemikiran hukum Islam yang relatif fenomenal. Yordania, misalnya
merumuskan Jordanian Law of Family Right tahun 1951, Syiria dengan Syirian
Law of Personal Status tahun 1953, Maroko mengundangkan Family Law of
Marocco tahun 1957, Pakistan dengan Family Law of Pakistan pada
tahun 1955, Irak mengundangkan Law of Personal Status for Iraq tahun
1955, Tunisia dengan Code of Personal Status tahun 1957 dan Sudan dengan
Sudan Family Law tahun 1960 .
Beberapa hal yang baru pada waktu itu
dalam hukum perkawinan, meliputi pencatatan perkawinan, pembatasan usia
perkawinan, persetujuan kedua calon mempelai, izin poligami, perceraian harus
dilakukan di depan sidang pengadilan, dan tindakan hukum yang merupakan upaya
untuk mewujudkan perkawinan dengan segala akibatnya. Hal baru dalam hukum
keluarga tersebut dapat dilihat dari keberanjakannya dari hukum fikih menuju
hukum positif yang berupa perundang-undangan di negara muslim tersebut.
Di Mesir yurisdiksi peradilan
mulai 1874 telah menerima yurisdiksi atas kasus-kasus sipil dan komersial
antara orang Mesir dan orang-orang asing, antara orang asing yang mempunyai
kebangsaan berbeda, atau ketika kepentingan asing terlibat di dalamnya.
Pengadilan nasional Mesir yang diorganisasi pada 1884, berfungsi seiring dengan
pengadilan campuran. Masalah status personal tetap dilimpahkan kepada
pengadilan syariat. Pemerintah melakukan pengaturan organisasi pengadilan
syariat dan kualifikasi para hakimnya. Untuk itu pemerintah membangun sekolah
baru untuk pendidikan dan pelatihan hakim pada tahun 1907.
Sementara itu, berbagai pengadilan millah tetap dipertahankan hidup. Pengadilan ini mempunyai yurisdiksi guna melayani kasus-kasus yang berhubungan dengan komunitas religius non-muslim sebagai forum untuk menyelesaikan perselisihan status personal mereka dan ini berada di luar pengaturan negara. Tetapi baru tahun 1955 Mesir menyatukan sistem peradilannya, yang meletakkan semua perkara hukum di bawah kewenangan pengadilan nasional. Akan tetapi, dalam kasus-kasus status personal hukum yang diberlakukan masih ditunjukkan oleh afiliasi religius pihak-pihak yang berselisih. Dari Undang-Undang Dasar Republik Arab Mesir tahun 1980 disimpulkan bahwa Mesir adalah negara sosialis demokratis.
Islam merupakan agama negara, prinsip-prinsip hukum Islam merupakan salah satu sumber utama hukum. Sistem hukum di Mesir dalam bidang-bidang tertentu seperti perkawinan, pembagian warisan dan perwakafan masih berlaku hukum Islam cukup utuh, sedangkan bidang-bidang perdata yang lain dan pidana, prinsip hukum Islam hanya merupakan salah satu sumber utama hukum disamping sumber-sumber yang lain termasuk hukum barat . Di Turki, yurisdiksi yang berhubungan dengan hukum keluarga (ahwal asy syahsiyah) menjadi yurisdiksi Mahkamah Syari‘ah. Materi hukum tersebut diambil dari Majjalat al Ahkam al 'Adliyah sebagai hukum materil.
Sementara itu, berbagai pengadilan millah tetap dipertahankan hidup. Pengadilan ini mempunyai yurisdiksi guna melayani kasus-kasus yang berhubungan dengan komunitas religius non-muslim sebagai forum untuk menyelesaikan perselisihan status personal mereka dan ini berada di luar pengaturan negara. Tetapi baru tahun 1955 Mesir menyatukan sistem peradilannya, yang meletakkan semua perkara hukum di bawah kewenangan pengadilan nasional. Akan tetapi, dalam kasus-kasus status personal hukum yang diberlakukan masih ditunjukkan oleh afiliasi religius pihak-pihak yang berselisih. Dari Undang-Undang Dasar Republik Arab Mesir tahun 1980 disimpulkan bahwa Mesir adalah negara sosialis demokratis.
Islam merupakan agama negara, prinsip-prinsip hukum Islam merupakan salah satu sumber utama hukum. Sistem hukum di Mesir dalam bidang-bidang tertentu seperti perkawinan, pembagian warisan dan perwakafan masih berlaku hukum Islam cukup utuh, sedangkan bidang-bidang perdata yang lain dan pidana, prinsip hukum Islam hanya merupakan salah satu sumber utama hukum disamping sumber-sumber yang lain termasuk hukum barat . Di Turki, yurisdiksi yang berhubungan dengan hukum keluarga (ahwal asy syahsiyah) menjadi yurisdiksi Mahkamah Syari‘ah. Materi hukum tersebut diambil dari Majjalat al Ahkam al 'Adliyah sebagai hukum materil.
Umat Islam di Singapura berusaha
keras mendekati pemerintah agar mengesahkan suatu undang-undang yang mengatur
hukum personal dan keluarga Islam. Upaya telah ditempuh melalui perwakilan,
baik perorangan maupun melalui organisasi muslim, yang bekerja selama
bertahun-tahun dan baru tahun 1966 pemerintah mengeluarkan Rancangan
Undang-Undang Parlemen dan menerima Undang-Undang Administrasi Hukum
Islam (the Administration of Muslim Law Act 1966).
Sebelum rancangan undang-undang tersebut diterima, umat Islam dari berbagai mazhab diberi kesempatan untuk membuat perwakilan dan diminta untuk menghadap Komite Pemilihan Parlemen untuk mengungkapkan pandangannya terhadap undang-undang tersebut. Setelah rancangan tersebut diterima dan Undang-Undang Administrasi Hukum Islam 1966 diberlakukan, kemudian mengalami beberapa kali amandemen sesuai yang diajukan oleh Dewan Agama Islam dan selanjutnya ditambahkan ordonansi yang di dalamnya terdapat Undang-Undang Administrasi Hukum Islam sebagai upaya pengundangan hukum Islam dalam memberikan ruang gerak yang fleksibel untuk penerapan hukum syariat.
Di Thailand, kodifikasi syariah yang sistematis telah dimulai sejak tahun empat puluhan untuk diterapkan dalam masyarakat Islam di empat provinsi Selatan Thailand. Kodifikasi sekarang telah tercakup dalam Undang-Undang Sipil Thailand yang berkenaan dengan keluarga dan warisan, dimana kandungan syariahnya bersifat inklusif mengadili kasus di antara umat Islam. Seluruh sistem berkaitan langsung dengan mazhab Syafi‘i, karena mayoritas masyarakat muslim Thai menganut mazhab ini. Pertentangan antara orang Islam yang menganut mazhab yang berbeda tidak dapat diselesaikan dengan sistem peradilan yang ada karena yang digunakan hanyalah yang telah sah dikodifikasikan. Sampai kini kodifikasi syariah yang ada beserta administrasinya tidak pernah ditinjau ulang.
Sebelum rancangan undang-undang tersebut diterima, umat Islam dari berbagai mazhab diberi kesempatan untuk membuat perwakilan dan diminta untuk menghadap Komite Pemilihan Parlemen untuk mengungkapkan pandangannya terhadap undang-undang tersebut. Setelah rancangan tersebut diterima dan Undang-Undang Administrasi Hukum Islam 1966 diberlakukan, kemudian mengalami beberapa kali amandemen sesuai yang diajukan oleh Dewan Agama Islam dan selanjutnya ditambahkan ordonansi yang di dalamnya terdapat Undang-Undang Administrasi Hukum Islam sebagai upaya pengundangan hukum Islam dalam memberikan ruang gerak yang fleksibel untuk penerapan hukum syariat.
Di Thailand, kodifikasi syariah yang sistematis telah dimulai sejak tahun empat puluhan untuk diterapkan dalam masyarakat Islam di empat provinsi Selatan Thailand. Kodifikasi sekarang telah tercakup dalam Undang-Undang Sipil Thailand yang berkenaan dengan keluarga dan warisan, dimana kandungan syariahnya bersifat inklusif mengadili kasus di antara umat Islam. Seluruh sistem berkaitan langsung dengan mazhab Syafi‘i, karena mayoritas masyarakat muslim Thai menganut mazhab ini. Pertentangan antara orang Islam yang menganut mazhab yang berbeda tidak dapat diselesaikan dengan sistem peradilan yang ada karena yang digunakan hanyalah yang telah sah dikodifikasikan. Sampai kini kodifikasi syariah yang ada beserta administrasinya tidak pernah ditinjau ulang.
Dalam Konstitusi Filipina,
wewenang untuk mendefinisikan, menjabarkan, dan membagi yurisdiksi berbagai
pengadilan terletak pada Dewan Nasional. Dalam Kitab Undang-Undang Perorangan
Islam di Filipina yang disebutkan bahwa Pengadilan Islam
Daerah dan Pengadilan Keliling Islam diatur melalui prosedur khusus yang dapat
dikeluarkan Mahkamah Agung. Dalam rangka memberikan batasan yang jelas, Mahkamah
Agung mengeluarkan aturan prosedur khusus dalam Pengadilan Islam (Ijra-at
al-Mahkum al-Syari‟ah)
yang disahkan oleh Mahkamah Agung Filipina pada tanggal 20 September 1985.