Investasi yang Sesuai Syariah
Sunday, 19 February 2017
SUDUT HUKUM | Investasi yang aman secara
duniawi, belum tentu aman dari sisi akhiratnya. Maksudnya, investasi yang
sangat menguntungakan sekalipun dan tidak melanggar hukum positif yang berlaku
belum tentu aman jika dilihat dari sisi syariah islam. Ada beberapa aspek yang
harus dimiliki dalam berinvestasi menurut pandangan islam (Renaisan dalam
Chair, 2015), yaitu:
- Aspek Material atau Finansial, Artinya suatu bentuk investasi hendaknya menghasilkan manfaat finansial yang kompetitif, di bandingkan dengan bentuk investasi lainnya.
- Aspek Kehalalan, Artinya suatu bentuk invetasi harus terhindar dari bidang maupun prosedur yang syubhat atau haram. Suatu bentuk investasi yang tidak halal hanya akan membawa pelakunnya kepada kesesatan serta sikap dan prilaku destruktif secara individu maupun sosial.
- Aspek Sosial dan Lingkungan, Artinya suatu bentuk investasi hendaknya memberikan kontribusi positif bagi masyarakat banyak dan lingkungan sekitar, baik untuk generasi saat ini maupun akan datang.
- Aspek Pengharapan pada Ridho Allah, Artinya suatu bentuk investasi tertentu itu dipilih adalah dalam rangka mencapai ridha Allah.
Investasi yang sesuai syariah
dapat dibedakan dari jenis dan istrumen investasi, jenis dan usaha emiten,
jenis transaksi, serta penentuan pembagian hasil investasi (Karim, 2001).
Investasi hanya boleh dilakukan pada instrumen keuangan yang sesuai dengan
keuangan syariah islam, yaitu tidak mengandung riba. Investasi juga hanya boleh
dilakukan pada efek-efek yangditerbitkan oleh pihak (emiten) yang jenis
kegiatan usahnnya tidak bertentangan dengan syariah Islam, seperti perjudian,
perdagangan yang dilarang seperti usaha keuangan konvensioanl (ribawi),
asuransi konvensional, bank konvensional, usaha yang memproduksi,
mendistribusi, serta menyediakan barang-barang yang merusak moral dan bersifat
mudharat.
Jenis kegiatan emiten yang di
anggap tidak layak di investasikan ialah, apabila tingkat pendapatan non halal,
baik dari emiten ataupun anak-anak perusahaanya, terhadap pendapatan/penjualan
seluruhnya di atas 15%. Begitu pula, apabila suatu emiten memiliki penyertaan
(saham) lebih dari 50% di perusahaan yang usahannya bertentangan dengan syariat
islam, maka jenis kegiatan emiten seperti ini juga di anggap bertentangan
dengan syariah islam.
Selain memperhatikan emiten,
harus diperhatikan pula jenis-jenis transaksi investasi, sebab ada beberapa
jenis transaksi yang dilarang. Pemilihan dan pelaksanaan transaksi harus
menurut prinsip kehati-hatian (ihtiyaat), serta tidak boleh melakukan
spekulasi yang di dalamnya ada unsur gharar, melakukan penjualan
atas barang yang belum dimiliki, penempatan investasi pada perusahaan yang
memiliki rasio utang yang diatas kelaziman perusahaan pada industri sejenis.
Apabila suatu emiten memiliki rasio utang terhadap modal lebih dari 81%, maka
emiten tersebut dapat di anggap bertentangan dengan syariah islam. Rasio yang
di izinkan (diperbolehkan) akan di tentukan setiap waktu oleh DSN (Dewan
Syariah Nasional).
Jadi jelas
bahwa dalam berinvestasi, umat Islam tidak boleh asal menempatkan modalnya.
Dilihat dulu profil perusahaan, transaksi yang dilakukan, barang/obyek yang di
transaksikan, semuannya harus mengikuti prinsip-prinsip Islam dalam
bermuamalah. Oleh karena itu para pemilik modal harusnya mengetahui investasi
yang diperbolehkan oleh syariat islam.