Alasan dan Tujuan Amandemen Undang-Undang Dasar 1945
Tuesday, 28 March 2017
SUDUT HUKUM | Sebagaimana telah disebutkan pada sub judul sebelumnya, bahwa konstitusi di Indonesia telah berulang kali mengalami perubahan sesuai dengan selera pemerintahan yang berkuasa pada masanya, hal ini bermula dari UUD 1945 yang memang masih banyak memiliki kekurangan yang mana pembentukannya juga dalam keadaan genting. Kembali pada era reformasi, masyarakat mencuak besar untuk mengadakan perubahan terhadap UUD 1945 yang sebelumnya juga telah silih berganti konstitusi di Indonesia. Hal ini juga disebakan karena dalam beberapa periode negara Indonesia sering di bawah pemerintahan yang otoriter.
Menurut Ichlasul Amal, motif utama yang mendasari gerakan reformasi di Indonesia pasca rezim Orde Baru adalah, pemberdayaan masyarakat (social empowerment). Agenda pemberdayaan masyarakat ini sangat penting, karena pada masa Orde Baru masyarakat berada pada posisi yang sangat lemah vis a vis negara (state).
Menanggapi semangat masyarakat terhadap amandemen tersebut banyak ahli Ilmu Hukum di Indonesia yang mendukung gerakan reformasi tersebut, alasan yang paling mendasar ialah pernyataan Ir. Soekarno tentanng UUD 1945 dalam rapat pertama tanggal 18 Agustus 1945 sebagai berikut:
…tuan-tuan semuanya tentu mengerti bahwa Undang-Undang Dasar yang kita buat sekarang ini adalah Undang-Undang Dasar sementara. Kalau boleh saya memakai perkataan “ini adalah Undang-Undang Dasar kilat”, nanti kalau kita telah bernegara dengan tenteram, kita tentu akan mengumpulkan kembali MPR yang dapat membuat Undang-Undang Dasar yang lebih lengkap dan sempurna...”.
Selain itu, kebanyakan pendapat menyimpulkan bahwa dasar pemikiran yang melatarbelakangi dilakukannya amandemen terhadap UUD 1945 adalah sebagai berikut:
- UUD 1945 membentuk struktur ketatanegaraan yang bertumpu pada kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat;
- UUD 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada pemegang kekuasaan eksekutif;
- UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang sangat “luwes” sehingga dapat menimbulkan banyak penafsiran;
- UUD 1945 terlalu banyak memberikan kewenangan kepada Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan undang-undang;
- Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara belum cukup di dukung ketentuan konstitusi yang memuat aturan dasar tentang kehidupan yang berdemokrasi, supremasi hukum, pemberdayaan masyarakat, penghormatan Hak Asasi Menusia dan otonomi daerah.
Secara teoritis perubahan UUD 1945 didasarkan pada enam alasan pokok yaitu: perspektif filosofi, historis, sosiologis, yuridis, praktik ketatanegaraan dan perspektif materi. Yang masing-masing penjabarannya ialah sebagai berikut:
Menurut perspektif filosofi, Setiap undang-undang pada hakikatnya merupakan upaya untuk memperoleh kepastian hukum dan menghindarkan dari kekuasaan yang bergerak atas nalurinya sendiri namun akhirnya dapat juga menimbulkan penyalahgunaan terhadap kekuasaan, demikianlah produk hukum buatan manusia tentunya terbatas sehingga undang-undang tentu sangat terbatas keberlakuannya karena terikat ruang dan waktu.
Berdasarkan historisnya penyusun undang-undang diliputi kondisi darurat karena masih dalam Perang Dunia II dan UUD 1945 adalah undang-undang sementara sesuai dengan pernyataan Soekarno dan tertulis dalam aturan tambahan butir kedua yaitu “dalam enam bulan setelah Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk, majelis itu bersidang untuk menetapkan UUD”.
Dilihat dari perspektif sosiologisnya selama Orde Lama dan Orde Baru di bawah pemerintahan Soekarno dan Soeharto, cita negara demokrasi berubah menjadi otoritarian menyimpang dan bertentangan dengan maksud UUD 1945 itu sendiri, penyelenggaraan negara di bawah kedua Presiden tersebut dapat dikatakan berciri sentralistik tertutup.
Secara yuridis ketentuan pasal 37 UUD 1945 juga memberikan jaminan hukum yang sangat kuat bagi munculnya gagasan dan berlangsungnya perubahan terhadap UUD 1945 yaitu dalam ayat (1) dinyatakan “bahwa untuk mengubah UUD minimal 2/3 dari jumlah MPR harus hadir”. Ayat (2) menyebutkan bahwa putusan perubahan terhadap UUD 1945 di ambil dengan persetujuan sekurang- kurangnya 2/3 dari jumlah MPR yang hadir.
Selama Orde Baru Undang Undang Dasar 1945 merupakan sebuah dasar negara yang tidak dapat diganggu gugat, dengan kata lain harus dilestarikan. Bahkan dalam rangka mengamankan konstitusi tersebut sampai diterbitkannya TAP MPR No. IV/ MPR/ 1983 tentang referendum. Ketetapan ini berisi tekad untuk tidak melakukan perubahan terhadap UUD 1945, sementara setiap usaha untuk mencoba mengkritisi UUD 1945 secara segera memperoleh reaksi yang sifatnya refresif dari pemerintah. Artinya bahwa praktik ketatanegaraan pada Orde Baru adanya tindakan yang dapat dikategorikan sebagai perubahan terhadap Undang Undang Dasar 1945.
Adapun tujuan dilakukannya perubahan Undang-Undang Dasar 1945 adalah sebagai berikut:
- Menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara agar dapat lebih mantap dalam mencapai tujuan nasional yan tertuang dalam pembukaan UUD 1945 dan tidak bertentangan dengan pembukaan UUD 1945, dan Pancasila yang merupakan wadah persatuan dan kesatuan Indonesia;
- Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi;
- Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan HAM yang merupakan syarat terbentuknya negara hukum;
- Menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan modern, antara lain melalui pembagian kekuasaan yang lebih tegas, sistem check and balance yang lebih ketat dan transparan, dan pembentukan lembaga-lembaga negara yang baru untuk mengakomodasi perkembangan kebutuhan bangsa dan tantangan zaman;
- Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan konstitusi dan kewajiban negara mewujudkan kesejahteraan sosial, mencerdaskan kehidupan bangsa;
- Menyempurnakan aturan dasar dalam penyelenggaraan negara yang sangat penting bagi eksistensi negara dan perjuangan negara mewujudkan negara demokrasi;
- Menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan bernegara dan berbangsa sesuai dengan perkembangan aspirasi, kebutuhan dan kepentingan dewasa ini sekaligus mengakomodasi kecendrungannya untuk kurun waktu yang akan datang.
Secara rinci tujuan perubahan UUD 1945 adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan di antaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.