Asas Kewarganegaraan
Saturday, 4 March 2017
SUDUT HUKUM | Sebagaimana
dijelaskan di atas bahwa warga negara merupakan anggota
dari sebuah negara yang mempunyai tanggung jawab dan hubungan timbal
balik terhadap negaranya. Seseorang yang diakui sebagai warga negara dalam
suatu negara haruslah ditentukan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah
disepakati dalam negara tersebut. Ketentuan inilah yang nantinya akan menjadi
pedoman atau asas untuk menentukan kebebasan dan kewenangan untuk
menentukan asas kewarganegaraan seseorang.
Pada
umumnya asas kewarganegaraan dapat dibedakan menjadi dua, yakni
asas kewarganegaraan dilihat dari sisi kelahiran serta dari sisi perkawinan.
1. Dari sisi kelahiran.
Pada
umumnya penentuan kewarganegaraan dilihat dari sisi kelahiran
seseorang. Berdasar sisi kelahiran ini, terdapat dua asas kewarganegaraan,
yaitu asas kelahiran (Ius Soli) dan asas keturunan (Ius Sanguinis), kedua
istilah ini berasal dari bahasa latin. Ius berarti
hukum, dalil atau pedoman, Soli
berasal dari kata Solum yang
berarti negeri, tanah atau daerah dan Saunginis
berasal dari kata Sanguis yang
berarti darah.
Berdasarkan
pengertian di atas, Ius Soli mempunyai arti asas atau pedoman
untuk menentukan status kewarganegaraan seseorang dengan berdasarkan
tempat atau daerah kelahiran seseorang. Asas ini diasumsikan bahwa
seseorang yang terlahir di suatu negara, maka dengan sendirinya ia akan
memperoleh status kewarganegaraan dari negara tersebut. Sedangkan Ius Sanguinis berarti
penentuan kewarganegaraan seseorang dengan berdasarkan
keturunannya atau orang tuanya. Sebagai contoh seseorang yang
lahir dari orang tua yang berkewarganegaraan sesuai dengan negara tertentu
maka secara otomatis pula ia akan memperoleh status kewarganegaraan
sesuai dengan status kewarganegaraan orang tuanya.
2. Dari sisi Perkawinan
Di
samping dari sudut kelahiran, hukum kewarganegaraan juga mengenal
dua asas yang erat kaitannya dengan masalah perkawinan, yaitu asas
kesatuan hukum dan asas persamaan derajat. Suatu perkawinan dapat
menyebabkan terjadinya perubahan status kewarganegaraan seseorang.
Dengan adanya perkawinan campuran yakni perkawinan yang dilangsungkan
oleh para pihak yang berbeda kewarganegaraannya, maka akan
muncul permasalahan seputar kewarganegaraan mereka. Munculnya kedua
asas ini berawal dari kedudukan pihak wanita di dalam perkawinan campuran
tersebut.
Asas
kesatuan hukum bertolak dari hakekat suami istri ataupun ikatan
dalam keluarga yang merupakan inti dari masyarakat. Masyarakat akan
sejahtera apabila didukung oleh keluarga-keluarga yang sehat dan tidak
terpecah. Dalam menyelenggrakan kehidupan bermasyarakatnya suatu
keluarga ataupun suami istri yang baik, perlu mencerminkan adanya kesatuan
yang bulat serta perlu adanya suatu kesatuan dalam keluarga.
Sedangkan
dalam asas persamaan derajat diasumsikan bahwa suatu perkawinan
tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan masing-masing
pihak. Dengan
adanya perkawinan campuran, maka masing-masing
pihak tetap memiliki kewarganegaraan asal mereka, atau dengan
kata lain meskipun sudah menjadi suami istri, mereka tetap memiliki
status kewarganegaraan mereka sendiri, seperti saat pertama kali mereka
sebelum bertemu dan menjadi pasangan suami istri. Asas
ini dapat menghindari terjadinya penyelundupan hukum.
Dengan
asas ini seseorang yang ingin memiliki atau memperoleh status kewarganegaraan
dari sutau negara dengan cara atau berpura-pura melakukan
pernikahan dengan perempuan negara tersebut kemudian menceraikannya,
sebisa mungkin dapat dihindari. Untuk menghindari penyelundupan
hukum semacam ini, banyak negara yang menggunakan asas
persamaan derajat dalam peraturan kewarganegaraannya.
Sedangkan
dalam hal asas kewarganegaraan negara Islam, terdapat perbedaan
pandangan. Abdulrahman Abdul Kadir Kurdi misalnya, menyatakan
bahwa asas kewarganegaraan dalam negara Islam didasarkan atas
olehnya seorang warga dalam menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan
mereka.17 Dengan
demikian umat manusia secara keseluruhan akan
dipandang sebagai muslim atau non muslim dalam sisi kehidupan mereka
dalam menjalankan Islam. Pengelompokam ini semata-mata hanya dimaksudkan
hanya untuk membedakan antara orang-orang Islam dengan lainnya
berkaitan dengan tanggungjawab dan persyaratan mereka dalam sistem
Islam.
Sedangkan
pandangan lain menyatakan, sebagai negara ideologi, Islam
tetap membatasi kewarganegaraan bagi mereka yang menetap di wilayahnya
saja baik itu muslim ataupun non muslim dan orang-orang yang
telah berimigrasi ke dalamnya. Adapun dasar dari statemen ini adalah
firman Allah dalam surat Al Anfal ayat 72, yang berbunyi:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orangorang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan mereka itu satu sama lain saling melindungi dan terhadap orang-orang yang beriman tetapi mereka belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka." (QS. Al Anfal : 72).