Definisi Pelanggaran
Saturday, 11 March 2017
SUDUT HUKUM | Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, pelanggaran mempunyai kata dasar “langgar” yang dapat berarti
bertubrukan; bertumbukan, serang menyerang, bertentangan: tindakannya itu
dengan ketentuan yang berlaku. Berbagai undang-undang tentang hukum pidana dapat
ditemukan atau disimpulkan berbagai penggolongan tindak pidana yang dimaksudkan
oleh pembentuk undang-undang. Penggolongan tindak-tindak pidana yang terang dan
tegas dengan beberapa konsekuensi diadakan dalam perundang-undangan di
Indonesia adalah penggolongan kejahatan dan pelanggaran, atau dalam bahasa
belanda misdrijven en overtredingen.
Penggolongan ini pertama-tama
terlihat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP) yang
terdiri atas tiga buku. Buku I memuat penentuan-penentuan umum (algemene
leerstuken). Buku II memuat penyebutan tindak-tindak pidana yang masuk
golongan “kejahatan” atau misdrijven. Buku III memuat penyebutan
tindak-tindak pidana yang masuk golongan “pelanggaran” atau overtredingen.
Kata-kata kejahatan dan
pelanggaran ini merupakan istilah-istilah sebagai terjemahan dari
istilah-istilah misdrijf dan overtredingen dalam bahasa Belanda. Misdrijf
atau kejahatan berarti suatu perbuatan yang tercela dan berhubungan denganhukum, berarti tidak lain daripada “perbuatan melanggar hukum”. Overtredingen
atau pelanggaran berarti suatu perbuatan melanggar sesuatu, dan berhubungan
dengan hukum, berarti tidak lain daripada “perbuatan melanggar hukum”. Jadi
sebenarnya arti kata dari kedua istilah itu sama, maka dari arti kata tidak
dapat dilihat perbedaan antara kedua golongan tindak pidana ini.
Oleh karena KUHP Indonesia
merupakan tiruan dari KUHP Belanda dengan beberapa perubahan, maka maksud
pembentuk KUHP, baik di Indonesia maupun di Belanda, dapat dilihat dalam Surat
Penjelasan (Memorie van Toelicting) yang menyertai rancangan KUHP
Belanda. Di sana dikatakan bahwa, ada perbuatan-perbuatan, yang oleh hukum, ada
yang oleh undang-undang dinyatakan merupakan suatu tindak pidana.
Ada kalanya diadakan ancaman pidana terhadap suatu perbuatan, yang sudah merupakan pelanggaran hukum (onrecht) sebelum pembentuk undang-undang berbicara, dan yang kita anggap tidak baik (onrechtvaardig), meskipun pembentuk undang-undang tidak berbicara. Hal ini disebut sebagai kejahatan (misdrifj). Ada kalanya ada suatu perbuatan, yang dalam arti filsafat hukum (rechtphilosofisch) baru menjadi pelanggaran hukum (onrecht) oleh karena dinyatakan demikian undang-undang, jadi yang tidak baiknya hanya dikenal dari bunyi undang-undang itu. Dalam hal ini ada pelanggaran (overtredingen).
Ada kalanya diadakan ancaman pidana terhadap suatu perbuatan, yang sudah merupakan pelanggaran hukum (onrecht) sebelum pembentuk undang-undang berbicara, dan yang kita anggap tidak baik (onrechtvaardig), meskipun pembentuk undang-undang tidak berbicara. Hal ini disebut sebagai kejahatan (misdrifj). Ada kalanya ada suatu perbuatan, yang dalam arti filsafat hukum (rechtphilosofisch) baru menjadi pelanggaran hukum (onrecht) oleh karena dinyatakan demikian undang-undang, jadi yang tidak baiknya hanya dikenal dari bunyi undang-undang itu. Dalam hal ini ada pelanggaran (overtredingen).
Penggolongan tersebut tidaklah
tepat oleh karena semua tindak pidana, baik yang dimasukkan buku II KUHP
sebagai kejahatan atau misdrijfmaupun yang dimasukkan Buku III KUHP
sebagai pelanggaran atau overtredingen, merupakan tindak pidana
berdasarkan hukum (rechtsdelicten) maupun tindak pidana berdasarkan
undang-undang (wetsdelichten).
Terkait hal ini, Wirjono
Projodikoro mengemukakan dua alasan yaitu:
- Alasan pertama, bahwa semua perbuatan itu adalah tindak pidana berdasarkan undang-undang, oleh karena nyatanya untuk kedua golongan perbuatan itu undang-undanglah yang menjadikan si pembuat dapat dihukum;
- Alasan kedua, bahwa semua perbuatan itu merupakan tindak pidana berdasarkan hukum (rechtsdelicten) adalah semua peraturan hukum pidana (strafbepalingen) mempunyai norma yang berada di bidang hukum perdata atau hukum tata negara atau hukum tata usaha negara.25
Sehingga, tidak boleh dilihat
pada keadaan sebelum pembentuk undang-undang hukum pidana membentuk suatu
ketentuan pidana. Sehingga tidak perlu dipedulikan apakah sebelum pembentukan
ketentuan hukum pidana sudah dikenal ada norma yang belum disertai ancaman
pidana.
Bahwa suatu norma semacam ini
belum dikenal sebelum pembentuk undang-undang mengadakan sanksi pidana, tidak
berarti bahwa norma itu tidak ada. Norma itu hanya belum dikenal menurut
pandangan masyarakat. Akan tetapi, setelah norma itu dikenal dan sekaligus pada
waktu itu juga disertai ancaman pidana, maka tidak ada perbedaan dengan
pembentukan ketentuan hukum pidana dengan suatu norma, yang dulu sudah dikenal
tetapi belum disertai ancaman pidana. Selain
cara pertama diatas, terdapat cara kedua yang ditempuh oleh Hazewinkel Suringa,
yang hasilnya negatif. Oleh beliau disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
kualitatif, tetapi hanya ada perbedaan kuantitatif, yaitu kejahatan pada
umumnya diancam dengan hukuman lebih berat daripada pelanggaran, dan ini
tampaknya didasarkan pada sifat lebih berat daripada kejahatan.
Selain daripada sifat umum tersebut, maka dapat dikatakan bahwa:
Selain daripada sifat umum tersebut, maka dapat dikatakan bahwa:
- Pidana penjara hanya diancamkan pada kejahatan saja
- Jika menghadapi kejahatan maka bentuk kesalahan (kesengajaan atau kealpaan) yang diperlukan disitu harus dibuktikan oleh Jaksa, sedangkan jika menghadapi pelanggaran hal itu tidak usah dibuktikan. Berhubung dengan itu, kejahatan dibedakan pula dalam kejahatan yang dolus dan culpa.
- Percobaan untuk melakukan pelanggaran tidak dapat dipidana (Pasal 54). Juga pembantuan pada pelanggaran tidak dipidana (Pasal 60).
- Tenggang kedaluwarsa (verjaring), baik untuk hak menentukan maupun hak penjalanan pidana bagi pelanggaran adalah lebih pendek daripada kejahatan tersebut masing-masing adalah satu tahun dan dua tahun.
- Kemungkinan keharusan adanya pengaduan (klacht) untuk penuntutan di muka hakim, hanya terhadap beberapa kejahatan, tidak ada terhadap pelanggaran.
- Dalam hal perbarengan (concursus) cara pemidanaan berbeda untuk pelanggaran dan kejahatan. Kumulasi pidana yang lebih ringan lebih mudah daripada pidana berat (Pasal 65, 66, 70).