Peradilan di Masa Khulafa’ Rasyidin
Wednesday, 1 March 2017
SUDUT HUKUM | Sepeninggal
Rasulullah SAW pucuk pimpinan pemerintahan Islam digantikan
oleh Abu Bakar, di tangan Abu Bakar ini kondisi peradilan Islam tidak
banyak mengalami perubahan, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain karena kesibukannya memerangi sebagian kaum muslimin yang murtad
sepeninggal Rasul SAW, peperangan melawan Nabi palsu Musailah Al
Kadzab, menundukkan kaum pembangkang yang tidak mau menunaikan zakat,
serta urusan politik dan pemerintahan yang lainnya, di samping belum meluasnya
kekuasaan Islam pada masa itu.
Dalam
menghadapi suatu perkara yang harus diputuskan, Abu Bakar selalu
melihat isi Al Qur’an, jika ia menemukan hukum Allah di dalam Al Qur’an
atas persoalan yang dihadapi maka ia memutuskan perkara dengannya.
Akan tetapi jika tidak ditemukan maka ia mengambil keputusan berdasarkan
sunah-sunah Rasul. Jika ia belum menemukan keputusan berdasarkan
Al Qur’an dan sunah Rasul, maka Abu Bakar berinisiatif mengumpulkan
para sahabat untuk diminta keterangan terhadap perkara yang dihadapi,
barangkali ada di antara para sahabat yang mengetahui hukum Rasul
terhadap perkara yang di hadapi. Dan manakala tidak bisa diambil keputusan
dengan tiga jalan tersebut, maka ia bermusyawarah dengan para sahabat
untuk menentukan putusan yang hendak diambil, jika semua yang hadir
sependapat untuk menetapkan suatu hukum, maka Abu Bakar berpegang
pada keputusan itu. Inilah yang kemudian dijadikan dasar untuk ijma’.
Salah
satu riwayat menyebutkan bahwa pada masa Abu Bakar ini, urusan
Qod}o’ diserahkan kepada Umar Bin Khotob selama dua tahun lamanya,
tetapi tidak seorang pun yang datang untuk menyelesaikan suatu perkara,
karena para sahabat yang berperkara mengatahui bahwa Umar adalah
seorang yang sangat tegas. Dan juga karena faktor pribadi-pribadi kaum
muslimin pada masa itu yang dikenal sangat saleh dan toleran terhadap sesama
muslim, sehingga faktor inilah yang sangat membantu tidak terwujudnya
selisih sengketa di antara mereka.
Di
masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, terjadi perkembangan
baru di bidang peradilan. Khalifah Umar memisahkan antara kekuasaan
peradilan (yudikatif)
dengan kekuasaan pemerintahan (eksekutif), hal
ini dipengaruhi oleh semakin meluasnya wilayah kekuasaan Islam, semakin
banyaknya beban-beban yang menyangkut bidang peradilan, tugas- tugas
yang dihadapi oleh pemerintahan dalam bidang politik, sosial dan ekonomi,
keharusan peningkatan perhatian dalam urusan pemerintahan di daerah-daerah,
serta telah berbagai corak ragamnya dan pergaulan orangorang Arab
degan orang-orang lain pun sudah sangat erat. Maka khalifah Umar
Bin Khatab mengangkat Abu Darda’ sebagai qod}i’ di Madinah, dan Syuraih
Bin Qais Bin Abil Ash di Mesir, Abu Musa Al Asy’ari di Kuffah, sedang
untuk daerah Syam diberi pula hakim sendiri. Menurut kitab Tarikhul Islam,
Abu Musa menjadi hakim di masa Umar hanya untuk Bashrah saja, sedang
pengadilan di Kufah diserahkan kepada Syuraih. Di masa Usman barulah
Abu Musa menjadi hakim di Kufah.
Oleh
karena tugas peradilan sebagian dari kewenangan umum itu, maka
kepala negaralah yang memegang wewenang ini dan dialah yang mengangkat
para hakim untuk perkara-perkara khusus. Karena itulah diwaktu
Umar mengangkat beberapa orang menjadi hakim, beliau membatasi wewenang
mereka dalam perkara-perkara perdata saja, perkara-perkara pidana
dipegang sendiri oleh khalifah, atau oleh penguasa daerah. Para khalifah
senantiasa mengawasi perbuatan para penguasa daerah dan hakimnya.
Serta terus-menerus memberikan petunjuk-petunjuk dan bimbingan-bimbingan.
Umar
juga meletakkan dasar-dasar yang sistematis sebagai pegangan hakim
dalam menjalankan persidangan sebagaimana ditetapkan oleh khalifah Umar,
yaitu:
- Memutus perkara berdasarkan Al Qur’an dan sunah Rasul adalah suatu kewajiban.
- Memutus suatu perkara apabil telah jelas (kedudukannya).
- Pihak yang berperkara adalah sama dalam majlis, pandangan dan keputusannya
- Bukti wajib atas penggugat dan penuduh, sedang sumpah wajib atas pihak yang menolak gugatan atau tuduhan.
- Memberi kesempatan untuk pembuktian, jika mampu membuktikan dan meyakinkan, dapat dimenangkan.
- Putusan tidak dapat dibatalkan oleh apapun, kecuali adanya peninjauan kembali yang didasarkan petunjuk kebenaran.
- Orang-orang Islam dianggap adil, kecuali yang pernah dianggap bersaksi palsu atau pernah dijatuhi hukuman had atau yang diragukan asalusulnya.
- Perkara yang tidak terdapat ketentuan hukumnya di dalam Al Qur’an dan As Sunah, diperbolehkan berijtihad dengan pendapat yang diyakini lebih diridhoi Allah dan RasulNya, serta lebih mendekati kebenaran.
Ustman
adalah khalifah yang mula-mula membangun gedung pengadilan,
yang di masa Abu Bakar dan Umar masjidlah yang dijadikan sebagai
tempat pengadilan. Demikian juga, di masa khlifah-khalifah ini telah ditertibkan
gaji bagi pejabat-pejabat peradilan dengan diambilkan dari kas baitul
maal yang mula-mula dirintis di masa khalifah Abu Bakar ra. Demikian
pula khalifah Ali Bin Abi Thalib mengangkat Abu Nakhai sebagai gubernur
di Ustur dan Mesir dengan peran-perannya, agar ia bertaqwa kepada Allah
dan agar hatinya diliputi rasa kasih sayang dan kecintaan kepada rakyat,
dan agar bermusyawarah dan memilih penasihat-penasihat, serta dijelaskannya
tentang siasat pemerintahan.
Di
dalam masa Khulafa’ Rasyidin, belum diadakan panitera dan buku register
untuk mencatat putusan-putusan yang telah dilakukan, hal ini disebabkan
karena qhodi’lah yang melaksanakan sendiri segala keputusan yang
dikeluarkannya. Pada masa itu, hakim di samping bertindak sebagai pemutus
perkara, juga bertindak sebagai pelaksana hukum agar dijalani. Kebanyakan
hakim pada masa itu duduk di rumahnya sendiri menerima dan memutuskan
perkara, karena pada masa itu qhodi’ belum memiliki tempat khusus
(gedung pengadilan). Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, masjidlah
yang dijadikan tempat untuk menyelesaikan segala sengketa, karena
masjid-masjid pada masa itu tidak hanya khusus untuk tempat bersembahyang,
yang memang demikian sebenarnya fungsi masjid. Ia merupakan
pusat bagi memecahkan segala urusan sosial seperti peradilan, bahkan
merupakan kantor pusat pemeritahan, dan juga sebagai tempat perguruan tinggi.