Pengertian Penataan Ruang
Tuesday, 27 June 2017
Tata ruang, dengan penekanan pada “tata” adalah pengaturan susunan ruangan suatu wilayah/daerah (kawasan) sehingga tercipta persyaratan yang bermanfaat secara ekonomi, social budaya dan politik, serta menguntungkan bagi perkembangan masyarakat wilayah tersebut. Penataan ruang menyangkut seluruh aspek kehidupan sehingga masyarakat perlu mendapat akses dalam proses perencanaan penataan ruang. Konsep dasar hukum penataan ruang terdapat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke-4, yang menyatakan
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia”.
Dalam Undang-Undang Penataan Ruang, Pasal 1 angka 5 dikemukakan:
Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. “Penataan ruang sebagai suatu sistem tersebut mengandung makna bahwa perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang sesuai dengan peruntukan yang ditetapkan dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota harus dipahami sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Selanjutnya, dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Sejalan dengan fungsi tersebut, maka pembentuk undang-undang mengenai penataan ruang.
Untuk lebih mengoptimalisasikan konsep penataan ruang, maka peraturan perundang-undangan telah diterbitkan oleh pihak pemerintah. Salah satu peraturan perundang-undangan yang mengatur penataan ruang adalah Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang merupakan undang-undang pokok yang mengatur tentang pelaksanaan penataan ruang. Pasal 1 angka 5 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang memberikan pengertian suatu sistem proses perencanaan tata ruang , pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang diatur dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yaitu ketentuan yang diperuntukkan sebagai alat penertiban penataan ruang, meliputi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan pemberian insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi dalam rangka perwujudan Rencana Tata Ruang Wilayah.
Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah berfungsi sebagai alat pengendali pengembangan menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang menjamin agar pembangunan baru tidak mengganggu pemanfaatan ruang yang telah sesuai dengan rencana tata ruang meminimalkan pengunaan lahan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan mencegah dampak pembangunan yang merugikan dan melindungi kepentingan umum. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota disusun berdasarkan rencana struktur ruang dan pola ruang masalah, tantangan, dan potensi yang dimiliki wilayah kota kesepakatan para pemangku kepentingan dan kebijakan yang ditetapkan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.
Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 1 angka 1 “Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan ruang udara di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan dan kelangsungan hidupnya.
Sebaliknya, pemanfaatan ruang yang tidak direncanakan atau mengabaikan aspek perencanaan akan membawa akibat terganggunya keseimbangan lingkungan yang pada gilirannya akan menimbulkan kerusakan lingkungan (environmental constraints and contributing to social stagnation and human suffering).
Menurut pengertian Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029 menyebutkan bahwa Pasal 1 angka 21 yang menyebutkan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRW) adalah hasil perencanaan tata ruang yang merupakan penjabaran strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah nasional dan pulau/kepulauan ke dalam struktur dan pola ruang wilayah provinsi.
Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Badung Tahun 2013-2033 Peraturan Daerah tentang RTRW Kabupaten Badung ini berpedoman pada Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, memuat tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah; rencana struktur tata ruang wilayah; rencana pola ruang wilayah; penetapan kawasan strategis kabupaten; arahan pemanfaatan ruang wilayah; dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang.
Peraturan Daerah tentang RTRW Kabupaten Badung 2013-2033 ini menjadi pedoman dalam pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di Kabupaten Badung untuk 20 tahun ke depan. RTRW Kabupaten Badung 2013-2033 akan dijabarkan lebih lanjut dalam rencana rinci berupa Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) sesuai ketentuan yang
berlaku.
Menurut Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar tahun 2011-2031 dalam dasar pertimbangannya mengarahkan pembangunan di Kota Denpasar dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan untuk meningkatkan keseimbangan pemanfaatan ruang, dan diperlukan adanya rencana struktur ruang dan pola ruang wilayah Kota Denpasar.
Setelah itu dalam penataannya terdapat akibat hukum, dimana akibat hukum tersebut selalu disertai dengan tindakan hukum dimana perbuatan hukum tersebut selalu menimbulkan akibat hukum, yaitu akibat sesuatu tindakan hukum. Tindakan hukum adalah tindakan yang dilakukan guna memperoleh suatu akibat yang dikehendaki dan yang diatur oleh hukum atau akibat hukum. Yang dimaksud dengan akibat hukum adalah akibat yang ditimbulkan oleh peristiwa hukum.
Perbuatan hukum yaitu segala perbuatan manusia yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban. Suatu perbuatan merupakan perbuatan hukum kalau perbuatan itu oleh hukum diberi akibat (mempunyai akibat hukum) dan akibat itu dikehendaki oleh yang bertindak.
Akibat hukum adalah akibat yang diberikan oleh hukum atas suatu peristiwa hukum atau perbuatan dari subjek hukum. Ada tiga jenis akibat hukum, yaitu akibat hukum berupa lahirnya, berubahnya, lenyapnya suatu keadaan hukum tertentu, misalnya usia 21 tahun melahirkan suatu keadaan hukum baru dari tidak cakap bertindak menjadi cakap bertindak atau orang dewasa yang dibawah pengampuan, melenyapkan kecakapan dalam tindakan hukum.
Akibat hukum berupa lahirnya, berubahnya, atau lenyapnya suatu hubungan hukum tertentu. misalnya sejak lahirnya Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 maka sejak saat itu undang-undang tersebut melahirkan akibat hukum bagi setiap masyarakat. Setelah Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 dinyatakan tidak berlaku lagi, hubungan hukum tersebut menjadi lenyap. Akibat hukum ialah segala akibat yang terjadi dari segala perbuatan hukum yang dilakukan subjek hukum terhadap objek hukum ataupun akibatakibat lain yang disebabkan karena kejadian-kejadian tertentu yang oleh hukum yang bersangkutan sendiri telah ditentukan atau dianggap sebagai akibat hukum.
Akibat hukum inilah yang kemudian menjadi sumber lahirnya hak dan kewajiban bagi subjek hukum yang bersangkutan, contohnya adalah akibat hukum yang terjadi karena perbuatan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum terhadap objek hukum, misalkan segala akibat perjanjian yang telah diadakan oleh para pihak tertentu mengenai sesuatu tertentu. Dengan diadakannya suatu perjanjian, maka berarti telah lahir suatu akibat hukum yang melahirkan lebih jauh segala hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh para subjek hukum yang bersangkutan dalam menepati isi perjanjian tersebut.