-->

Penggolongan Bahan Tambang

Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang telah dijabarkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, komoditas tambang terbagi menjadi beberapa golongan yaitu:

Penggolongan Bahan Tambang

  • Mineral radioaktif

Mineral radioaktif adalah mineral yang mengandung elemen uranium dan thorium. Mineral radioaktif dibagi menjadi lima macam yaitu radium, thorium, uranium, monasit, dan bahan galian radio aktif lainnya.
  • Mineral logam

Mineral logam merupakan mineral yang tidak tembus pandang dan dapat menjadi penghantar panas dan arus listrik. Mineral logam dibagi menjadi 59 macam yaitu litium, berilium, magnesium, kalium, kalsium, emas, tembaga, perak, timbal, seng, timah, nikel, mangan, platina, bismuth, molybdenum, bauksit, air raksa, wolfram, titanium, barit, vanadium, kromit, antimony, kobalt, tantalum, cadmium, gallium, indium, yytrium, magnetit, besi, galena, alumina, niobium, zirconium, ilmenit, khrom, erbium, ytterbium, dysprosium, thorium, cesium, lanthanum, niobium, neodymium, hafnium, scandium, alumunium, palladium, rhodium, osmium, ruthenium, iridium, selenium, telluride, strontium, germanium dan zenotin.
  • Mineral bukan logam

Baca Juga

Mineral bukan logam dibagi menjadi 40 macam yaitu intan, korundum, grafit, arsen, pasir kuarsa, fluorspar, kriorit, yodium, brom, klor, belerang, fosfat, halit, asbes, talk, mika, magnesit, yarosit, oker, fluorit, ball clay, fire clay, zeolite, kaolin, feldspar, bentonit, gypsum, dolomite, kalsit, rijang, pirofilit, kuarsit, zircon, wolastonit, tawas, batu kuarsa, perlit, garam batu, clay, dan batu gamping.
  • Batuan dan batubara.

Batuan adalah benda keras dan padat yang berasal dari bumi, yang bukan logam. Batuan dibagi menjadi 47 macam yaitu pumice, tras, toseki, obsidian, marmer, perlit, tanah diatome, tanah serap, slare, granit, granodiorit, andesit, garbo, periodit, basalt, trakhit, leusit, tanah liat, tanah urug, batu apung, opal, kalsedon, chert, kristal kuarsa, jasper, krisoprase, kayu terkersikan, gamet, giok, agat, diorite, topas, batu gunung quarry besar, kerikil galian dari bukit, kerikil sungai, batu kali, kerikil sungai ayak tanpa pasir, pasir urug, pasir pasang, sirtu, tanah, urukan tanah setempat, tanah merah, batu gamping, onik, pasir laut, dan pasir yang tidak mengandung unsur mineral logam atau unsur mineral bukan logam dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan. Batuan dibagi menjadi 4 macam yaitu bitumen padat, batuan aspal, batubara dan gambut.

Wilayah pertambangan adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batu bara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional. Dalam pengertian tersebut dikatakan wilayah pertambangan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan, karena wilayah pertambangan tidak mengikuti wilayah administrasi pemerintahan (provinsi, kabupaten/kota), sehingga diperlukan koordinasi dan kerja sama antar pemerintah daerah apabila pertambangan terjadi di lintas batas pemerintahan daerah.

Wilayah yang dapat ditetapkan menjadi wilayah pertambangan memiliki kriteria adanya:
  1. Indikasi formasi batuan pembawa mineral dan/atau pembawa batubara.
  2. Potensi sumber daya bahan tambang yang berwujud padat dan/atau cair.

Penyiapan wilayah tambang dilakukan melalui kegiatan:
  • Perencanaan Wilayah Pertambangan

Perencanaan wilayah pertambangan diatur secara khusus di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan. Perencanaan wilayah pertambangan disusun melalui tahap inventarisasi potensi pertambangan dan tahap penyusunan rencana wilayah pertambangan.
  •  Penetapan Wilayah Pertambangan

Penetapan wilayah pertambangan dilaksanakan secara transparan, partisipatif dan bertanggungjawab secara terpadu dengan memperhatikan pendapat dari instansi pemerintah terkait, dan dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya serta berwawasan lingkungan, dan dengan memperhatikan aspirasi daerah.

Wilayah pertambangan sebagai bagian dari tata ruang nasional merupakan landasan bagi penetapan kegiatan pertambangan. Untuk menetapkan wilayah pertambangan harus didasarkan atas data-data yang diperoleh di lapangan dari hasil penelitian. Oleh karena itu pemerintah dan pemerintah daerah diwajibkan untuk melakukan penyelidikan dan penelitian pertambangan dalam rangka penyiapan wilayah pertambangan. Data dan informasi hasil penyelidikan dan penelitian dituangkan ke dalam peta potensi mineral dan batubara yang dijadikan dasar penyusunan rencana wilayah pertambangan. Rencana wilayah pertambangan dituangkan dalam lembar peta dan dalam bentuk digital.

Pasal 13 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara membagi bentuk wilayah pertambangan ke dalam 3 (tiga) bagian yang terdiri atas Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), dan Wilayah Pencadangan Negara (WPN). Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) adalah bagian dari wilayah pertambangan yang telah memiliki ketersediaan data, potensi dan/atau informasi geologi. Penetapan WUP pada prinsipnya merupakan kewenangan dari pemerintah melalui Menteri ESDM. Pemerintah dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada pemerintah provinsi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Untuk 1 (satu) WUP terdiri atas 1 (satu) atau beberapa Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) yang berada pada lintas wilayah provinsi, lintas wilayah kabupaten/kota, dan/atau dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota.

WIUP merupakan wilayah yang diberikan kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP). Luas dan batas WIUP ditetapkan oleh pemerintah berkoordinasi dengan pemerintah daerah berdasarkan kriteria yang dimiliki oleh pemerintah. Wilayah pertambangan dapat terdiri atas wilayah usaha pertambangan yang meliputi:
  • WUP radioaktif;
  • WUP mineral logam;
  • WUP mineral bukan logam;
  • WUP batubara; dan
  • WUP batuan.

Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) adalah bagian dari wilayah pertambangan tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat. Kegiatan pertambangan rakyat hanya dapat dilakukan di dalam wilayah pertambangan rakyat. Kriteria untuk menetapkan WPR yaitu sebagai berikut:
  1. Mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau di antara tepi dan tepi sungai;
  2. Mempunyai cadangan primer logam atau batubara dengan kedalaman maksimal 25 (dua puluh lima) meter;
  3. Endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba;
  4. Luas maksimal wilayah pertambangan rakyat adalah 25 (dua puluh lima) hektar;
  5. Menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang;
  6. Merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun;
  7. Tidak tumpang tindih dengan wilayah usaha pertambangan dan wilayah pencadangan negara.

Wilayah Pencadangan Negara (WPN) adalah bagian dari wilayah pertambangan yang dicadangkan untuk kepentingan strategis nasional. Untuk kepentingan strategis nasional dalam hubungan dengan pertambangan, pemerintah bekerja sama dengan DPR dengan memperhatikan aspirasi daerah dalam menetapkan WPN sebagai daerah yang dicadangkan untuk komoditas tertentu dan daerah konservasi dalam rangka menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan.

WPN yang telah ditetapkan untuk komoditas tertentu dapat diusahakan dari sebagian luas wilayah dengan cara pemerintah melakukan persetujuan dengan DPR, begitupun terhadap WPN yang ditetapkan untuk konservasi ditentukan batasan waktu dilakukan dengan persetujuan dari DPR. WPN yang ditetapkan untuk komoditas tertentu maupun untuk konservasi tersebut berubah statusnya menjadi Wilayah Usaha Pertambangan Khusus (WUPK). Untuk dapat melakukan perubahan status dari WPN menjadi WUPK dilaksanakan dengan mempertimbangkan hal-hal yang ditetapkan di dalam Pasal 28 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagai berikut:
  • Pemenuhan bahan baku industri dan energi dalam negeri;
  • Sumber devisa negara;
  • Kondisi wilayah didasarkan pada keterbatasan sarana dan prasarana;
  • Berpotensi untuk dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi;
  • Daya dukung lingkungan; dan/atau
  • Penggunaan teknologi tinggi dan modal investasi yang besar.

WUPK ditetapkan oleh pemerintah setelah berkoordinasi dengan pemerintahan daerah. Pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan di WUPK dilakukan dengan pemberian izin yang disebut dengan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Satu WUPK terdiri atas 1 (satu) atau beberapa WIUPK yang berada pada lintas wilayah provinsi, lintas wilayah kabupaten/kota, dan/atau dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota.

Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel