Beban Pembuktian Dengan Sumpah menurut Hukum Islam
Monday, 12 February 2018
SUDUT HUKUM | Mereka yang menolak pembuktian degan satu saksi orang laki-lakidan sumpah mengatakan, bahwa sumpah itu dibebankan kepada tergugat, bukan kepada penggugat. Teori beban pembuktian dari beberapa segi memiliki kelemahan-kelemahan, yaitu:
- Bahwa hadist-hadist yang menerangkan kebolehan memutus berdasarkan pembuktian dengan saksi satu orang laki-laki dan sumpah, itu lebih sahih, lebih tegas, dan lebih terkenal, namun tidak seorang pun dari enam penyusun kitab hadist yang mu’tamadyang meriwayatkan hadist tersebut.
- Bahwa sekiranya hadist diatas bernilai shahih dan masyhur, tentulah ia harus diprioritaskan dari yang lainya. Karena, ia memiliki sifat sebagai aturan khusus yang mengalahkan peraturran lainya yang bersifat umum, lex specialis derogat generalis.
- Bahwa sumpah desisoar memang lebih utama dibabankan kepada tergugat, jika kausa petendigugatan penggugat dipandang kurang kuat. Karena, pihaknya sangat kuat didudukkan pada azaz praduga tak bersalah, dengan asumsi dasar sebagai pemilik asal hak. Jadi ihak mana yang lebih kuatdari phak-pihak yang berperkara, sumpah dibebankan kepadanya. Sebab, dia sangat kuat untk didudukkan sebagai pemilik asal hak. Dan apabila penggugat meneguhkan gugatanya dengan bukti-bukti yang tidak kuat, atau pihak lawan menolak mengangkat sumpah, atau penggugat mengangkat satu orang saksi laki-laki , sedangkan gugatan penggugat sama sekali tidak beralasan, maka lebih utama kalau penggugat dibebani mengangkat sumpah supletoar. Karena, dengan begitu dia berada di pihak yang kuat. Dan oleh karena, sumpah dibebankan kepada pihak mana yang lebih kuat diantara pihak-pihak yang berperkara, maka sumpah menjadi hak pihak yang kuat. Dengan demikian apabila salah satu pihak diketahui menempati posisi yang kuat, tapi bukti-bukti yang diajukannya kurang kuat maka sumpah menjadi haknya. Dan jika dietahui pengugat berada dipihak yang kuat, karena penolakan tergugat untuk mengangkat sumpah maka sumpah dikembalikan kepada penggugat, demikian ini meupakan ketentuan hukum acara beban pembuktian yang diterapkan oleh para sahabat.
Imam Ahmad juga membenarkan ketentuan bukan pembuktian tersebut.Dia berkata, “bahwa sumpah dibebankan kepada pihak mana yang tidak jauh dari kebenaran”, dan dengan sumpahnya itu maka pihaknya dipandang sebagai in confeso. Kemudian, jika pihak terguagat diketahui berada dipihak yang kuat, maka dengan asas praduga tak bersalah sumpah ditempatkan sebagai haknya.Ketentun ini juga berlaku terhadap para tergugat sbagai pihak penerima amanat, sepertipenerima titipan barang, penewa, orang yang diberi kuasa sebgai wakil, dan penerima wasiat.Maka, mereka diberi hak untuk mengangkat sumpah, kemudian keterangannya dibawah sumpah dipandang in confeso. Demikian itu ketentuan hukum acara pembuktian yang berlaku.
Penggugat meneguhkan gugatannya dengan bukti saksi satu orang laki-laki, lalu di dimenangkan terhadap terguagt yang tidak memiliki alat bukti, selain sebagai pihak yang menempati sebagai pemilik asal hak, maka yang demikian itu merupakan pertimbangan hukum yang lemah yang bisa dinyatakan batal demi hukum. Dalam hal ini gugatan penggugat baru bisa dipandang kuat, oleh sebab tergugat menolak mengangkat sumpah dan mengembalikan sumpah itu kepada penggugat, adanya bukti-bukti permulaan, dan dari indikatornya yang tampak. Maka, gugatan penggugat dapat dimenangkan berdasarkan bukti kesaksian satu orang laki-laki dengan dikuatkan oleh sumpah penggugat.