Pengaturan Terhadap Penyalahgunaan Izin
Sunday, 18 February 2018
SUDUT HUKUM | Pada kamus hukum, izin (vergunning) sebagai “Overheidstoestemming door wet of verordening gesteld voor tal van handling waarop in het algemeen belang speciaal toezicht vereist is, maar die, in het algemeen, niet als onwenselijk wonden beschouwd” (perkenan/izin dari pemerintah berdasarkan Undang-undang atau peraturan pemerintahan yang disyaratkan untuk perbuatan yang ada pada umumnya memerlukan pengawasan khusus, tetapi yang ada pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sama sekali tidak dikehendaki).
Ateng syarifudin mengatakan bahwa izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh, atau “Als Opheffing van een algemene verbodsregel in het concrete geval” (sebagai peniadaan ketentuan larangan umum dalam peristiwa konkret).
Bagir Manan menyebutkan bahwa izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang – undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umumu dilarang.
Secara teoritis, tindakan hukum berarti “de handelingen die naar hun aard gericht op een bepaald rechtgevolf” (tindakan-tindakan yang berdasarkan sifatnya dapat menimbulkan akibat hukum tertentu). Dengan kata lain, akibat hukum yang dimaksudkan adalah muncul atau lenyapnya hak dan kewajiban bagi subjek hukum tertentu. Akibat hukum yang lahir dari tindakan hukum, dalam hal ini dengan dikeluarkanya ketetapan, berarti muncul atau lenyapnya hak dan kewajiban bagi subjek hukum tertentu segera setelah adanya ketetapan tertentu.
Akibat hukum terhadap keputusan administratif dapat dibedakan menjadi dua, yaitu keputusan yang dapat dibatalkan dan keputusan yang batal demi hukum keputusan yang dapat dibatalkan adalah yang kepentinganya tidak mematuhi pembatasan – pembatasan, syarat –syarat atau ketentuan peraturan perundangperundangan yang dikaitkan pada izin, subsidi, atau pembayaran dengan sendirinya hampir dapat dipastikan bahwa apabila pemegang izin tidak mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, syarat-syarat atau pembatasan yang dikaitkan pada izin, maka tata usaha negara dapat beraksi dengan penarikan kembali.
Dalam banyak hal ini ditetapkan secara teliti oleh pembuat Undangundang apabila pemberlakuan surut dikaitkan dengan penarikan kembali (yang biasanya pada izin tidak ada artinya, berlainan dengan subsidi atau pembayaran), maka pemberlakuan surut tidak dapat lebih jauh daripada yang dibenarkan dari tidak dipatuhinya syarat-syarat, peraturan Perundang-undangan atau pembatasanpembatasan.
Keputusan yang batal demi hukum adalah penarikan kembali suatu keputusan atau ketetapan pada kenyataanya juga merupakan perbuatan dari suatu keputusan/perbuatan ketetapan (beschikkingsdaad van de administratie) dengan menerbitkan ketetapan baru yang menarik kembali (dan menyatakan tidak berlaku lagi) keputusan (ketetapan ) yang terdahulu, sebagai suatu keputusan (ketetapan), maka keputusan (ketetapan) yang memuat penarikan kembali keputusan (ketetapan) tersebut niscaya menimbulkan akibat hukum yang baru bagi seorang warga atau badan hukum perdata yang dikenakan keputusan (ketetapan) itu.
Dalam hal seorang warga atau badan hukum perdata merasa dirugikan oleh akibat hukum yang timbul dri keputusan (ketetapan) penarikan kembali itu, maka ia berhak mengajukan banding administratif (administratiefberoep) atau menggunakan upaya hukum yang tersedia di Undang-undang nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara ( Undang – undang nomor 9 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang –undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara) dengan yakni cara membawakan permasalahanya ke hadapan hakim (Tata Usaha Negara).