Pendapat Yusuf al-Qaradawi tentang Masjid Sebagai Bagian dari Mustahik Zakat
Monday, 21 May 2018
SUDUT HUKUM | Menurut Yusuf al-Qaradawi dalam bukunya hukum zakat mengatakan bahwa zakat merupakan suatu rukun Islam yang bercorak sosial ekonomi. Disamping ikrar tauhid (syahadat) dan sholat, seseorang baru dikatakan sah keislamannya apabila sudah mengeluarkan zakat. hal ini sesuai dengan firman Allāh SWT dalam kitab Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 11:
Dan jika mereka bertaubat, malaksanakan sholat dan menunaikan zakat, maka (berarti mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Kami menjelaskan ayatayat itu bagi orang-orang yang mengetahui”. (Qs At-Taubah: 11)
Menurutnya walaupun zakat termasuk bahasan ibadah yang selalu disejajarkan dengan kata sholat, akan tetapi sesungguhnya zakat adalah bagian dari sistem sosial ekonomi Islam, dan oleh karena itu, zakat banyak dibahas pada buku-buku tentang strategi hukum dan ekonomi Islam. Kata zakat didalam Al-Qur’an disebutkan hanya secara ringkas, Qur’an tidak menyebutkan harta apa aja yang wajid dizakati, berapa besar zakat yang harus dikelurkan serta syarat-syaratnya. Akan tetapi Al-Qur’an sangat rinci dalam menjelaskan kepada siapa zakat harus diberikan sebagaimana firman Allāh SWT dalam surat At-Taubah ayat 60, maka tidak dibenarkan apabila zakat diberikan kepada seseorang sesuai kehendaknya sendiri.
Firman Allāh dalam Al-Qur’an menunjukan bahwa sasaran zakat yang ketujuh adalah fīsabīlillāh (dijalan Allāh). Sebenarnya makna kalimat ini menurut bahasa aslinya sudah jelas, sabil adalah at-thariq/jalan. Jadi fīsabīlillāh artinya jalan yang menyampaikan pada ridha Allāh, baik akidah maupun perbuatan.
Al-Allamah Ibnu Atsir menyatakan, bahwa sabīl makna aslinya adalah at-thariq/jalan. Sabīlillāh adalah kalimat yang bersifat umum, mencakup segala amal perbuatan ikhlas, yang dipergunakan untuk bertaqarrub kepada Allāh, dengan melaksanakan segala perbuatan wajib, sunat dan macam-macam kebajikan lainnya. Apabila kalimat ini bersifat mutlak, maka biasa dipergunakan untuk pengertian jihad (berperang), sehingga karena seringnya dipergunakan untuk itu, maka seolah-olah fīsabīlillāh artinya hanya khusus untuk jihad. Dengan adanya perbedaan dalam mengartikan kata fīsabīlillāh inilah yang menyebabkan para fuqaha dalam menentukan maksud sasaran ini.
Menurut Yusuf al-Qaradawi bahwa yang dinamakan jihad pada sekarang ini tidak terbatas pada bala tentara aja, akan tetapi ia meluas pada bentuk-bentuk lain dari jihad itu sendiri. Karena dipandang sekarang banyak kaum muslimin yang membutuhkan zakat pada saat ini dari pada yang lain. Menurutnya bahwa menggunakan harta zakat untuk jihad dalam idang kebudayaan, pendidikan dan mass media lebih utama dizaman ekarang ini dengan catatan bahwa jihad tersebut jihad yang benar, yang sesuai dengan ajaran agama Islam dengan tidak dicampuri dengan unsurunur kebangsaan dan kesukuan, serta tidak pula Islamnya dicampuri dengan faham barat atau timur.
Sebab betapa banyak Islam dijadikan ciri pada suatu yayasan atau kegiatan, akan tetapi isinya sekularisme bukan agama. Maka dengan demikian Islam harus dijadikan sebagai dasar dan sumber, dijadikan pedoman dan penuntun, dijadikan tujuan dan arah, sehingga dengan itu kegiatan tersebut berhak untuk disandarkan kepada Allāh dan dianggap jihad fīsabīlillāh.
Dalam memperluas makna fīsabīlillāh Yusuf al-Qaradawi menggunakan pendapat bahwa masjid boleh menerima zakat sebagai golongan fīsabīlillāh, sebagai mana pendapatnya:
Sesungguhnya masjid yang hendak didirikan atau hendak diramaikan, apabila masjid itu hanya satu di kampung itu, atau ada yang lain akan tetapi tidak memadai sehingga membuthkan majid yang lain, maka menurut syara’ mengeluarkan zakat untuk mendirikan masjid ini atau memperbaikinya, mengeluarkan zakat untuk masjid dalam keadaan tersebut termasuk sasaran zakat yang diterangkan dalam Qur’an surat At-Taubah dengan nama “sabilillah”. Ini semua didasarkan pada usaha bahwa maksud kalimat “sabilillah” itu adalah kemaslahatan bersama yang bia dimanfaatkan oleh seluruh kaum musliminbukan oleh individu tertentu, karenanya ia mencakup masjid-masjid, rumah-rumah sakit, tempat-tempat belajar, pabrik-pabrik besi dan bank-bank tempat penyimpanan uang yang kemanfaatannya kembali pada masyarakat. Saya tertarik untuk menyatakan di sisni bahwa sesungguhnya dalam masalah ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama (kemudian syekh mengemukakan kutiman Imam Ar-Razi dalam tafsirnya dari Imam Qaffal tentang kebolehan mengeluarkan zakat untuk semua jeni kebajikan) ampai pada pendapatnya bahwa inilah pendapat yang saya pilih, saya tentram dengannya dan saya pun menfatwakannya, akan tetapi denga syarat sebagaimana telah saya terangkan, yang dinisbatkan pada masjid, yaitu tidak dibutuhkan masjid selain masjid itu, apabila tidak, maka mengeluarkan zakat untuk selain masjid adalah lebih utama dan lebih tepat.
Yusuf al-Qaradawi mengatakan bahwa jihad pada masa sekarang ini tidak hanya terbatas pada jihad dengan kekuatan bala tentara saja, akan tetapi ia meluas pada bentuk-bentuk lain dari jihad. Hakikat jihad tersebut adalah bahwa beban mempersiapkan bala tetara dan mempersentainya serta memberi infak kepadanya, semenjak awal Islam selalu dibebankan pada kas negara milik pemerintahan Islam, bukan dibebankan pada harta zakat. infak untuk tentara, senjata dan peperangan diambilkan dari harta fai, pajak dan lain sebagainya. Adapun harta zakat diambil hanya untuk menyempurnakan beberapa hal saja, seperti nafkah untuk mujahid sukarelawan atau yang serupa dengannya. Pada masa sekarang ini kita melihat bahwa departemen ketentaraan dan pertahanan negara dibebankan pada kas keuangan umum, karena ia merupakan biaya sendiri yang jauh dari hasil zakat. Islam dalam peperangan akan tetapi tidak memlalui peperangan, karena harta tersebut ditinggal oleh pemiliknya.
Oleh karenanya, menggunakan bagian fīsabīlillāh pada bab mustahik zakat untuk jihad dalam bidang kebudayaan, pendidikan dan mass media dipandang lebih utama dizaman sekarang ini, tentunya dengan syarat bahwa jihad tersebut adalah jihad yang benar, sesuai dengan ajaran Islam, tidak dicampuri dengan unsur-unsur kesukuan dan kebangsaan, tidak pula Islamnya dicampuri dengan faham barat atau timur, yang dengan maksud untuk membela mazhab, aturan, negara, kedudukan atau
pribadi.
Sebab pada saat sekarang ini banyak yang menggunakan Islam sebagai ciri pada suatu yayasan, akan tetapi isinya jauh dari ajaran-ajaran Islam bahkan sekularisme. Dengan demikian Islam harus dijadikan dasar dan sumber, dijadikan tujuan dan arah, dijadikan pedoman dan penuntun, sehingga dengan hal seperti itu berhak disandarkan kepada Allāh SWT dan patut dianggap sebagai jiad fīsabīlillāh.
Pada masa sekarang ini, banyak perbuatan yang membutuhkan risalah Islam, dan ia layak secara pasti untuk digolongkan sebagai jihad fīsabīlillāh. Seperti medirikan pusat kegiatan bagi kepentingan dakwah ajaran Islam yang benar dan menyampaikan pada orang-orang non-muslim disemua benua yang didalamnya banyak berkecamuk beberapa agama dan aliran. Mendirikan pusat kegiatan Islam yang representatif seperti halnya masjid untuk mendidik pemuda-pemuda muslim, menjelaskan ajaran-ajaran agama Islam yang benar, memelihara akidah Islam dari kekufuran, memelihara diri dari perubahan pemikiran, serta mempersiapkan diri untuk membela Islam dan melawan musuh-musuh Islam.
Mendirikan percetakan-percetakan yang memuat kabar yang baik, untuk memnandingi berita-berita yang sangat merusak dan menyesatkan, agar kalimat Allah selalu tegak. serta menyebarkan buku-buku Islam yang bisa digunakan untuk menjelaskan agama Islam, membuka mutiara-mutiara yang tersimpan, menjelaskan keindahan kebenaran dan keindahan ajarannya, serta membuka kesalahan-kesalahan musuh Islam.
Mempekerjakan orang-orang yang terpercaya dan yang ikhlas untuk melakukan kegiatan-kegiatan tersebut diatas dengan penuh idealisme, penuh kecintaan dan penuh dengan perhitungan utnuk berkhidmat membela agama Islam, menolak tipu daya musuh-mush Islma yang senatiasa menunggu situasi untuk membangunkan pemuda-pemuda Islam yang tertidur.
Menolong para dai yang selalu menyerukan ajaran-ajaran agama Islam, dari orang-orang yang bermaksud jahad kepadaya dan orang-orang yang mempunyai kekuatan dari luar Islam, agar mereka pada dai terhindar dari beberapa macam ancaman seperti disiksa, dibunuh, diusir ataupun diboikot, maka menolong mereka agar tetap istiqamah dalam menghadapi kekufuran dan kedzaliman dipandang sebagai jihad fisabilillah.
Dari uraian diatas menyebutkan bahwa masjid bisa digolongkan sebagai sabīlillāh kerana masjid banyak digunakan untuk hal-hal yang baik seperti digunakan untuk pengajianpengajian yang dapat menghilangkan kebodohan agara masyarakat tidak didoktrin oleh seseorang yang akan merusak agama Islam.