-->

Angapan Umum tentang Filsafat

Banyak orang memahami istilah ‘filsafat’ sebagai suatu teori umum tentang sesuatu, khususnya tentang bagaimana mendekati suatu masalah yang besar dan penting. Dalam media massa, contohnya, dinyatakan bahwa kelompok ini liberal, sementara kelompok itu konservatif. Keduanya mempunyai perbedaan pendapat tentang filsafat politik, dan dinyatakan bahwa para pendiri negara kita telah sepakat tentang suatu filsafat negara. Sistem pendidikan yang diterapkan di tanah air juga didasarkan atas suatu filsafat.

Angapan Umum tentang Filsafat


Dalam semua kasus ini, kata ’filsafat’ barangkali dapat digantikan dengan ‘teori’. Secara lebih umum lagi, dalam perkataan sehari-hari, ‘filsafat’ lebih banyak bermakna ‘pemikiran’ atau ‘pendapat’. Pernyataan bahwa “ia berfilsafat begini,” maksudnya adalah “ia berpendapat seperti itu.”

Istilah ‘filsafat’ juga menunjuk kepada arti pandangan hidup (view of life) seseorang atau sekelompok orang, atau teori umum tentang bagaimana kita harus mengatur hidup dan kehidupan kita. Di sini kelihatan bahwa bahwa filsafat dipahami sebagai sesuatu yang mempunyai orientasi praktis. Bahwa ‘hidup untuk makan’ atau ‘makan untuk hidup’ dikatakan suatu filsafat, karena secara praktis mempengaruhi orang yang meyakininya. Dalam konteks ini, ‘mumpungisme’ juga termasuk ‘filsafat, dan sekarang banyak pengikutnya.

Di kalangan masyarakat, ‘filsafat’ kerap dikaitkan dengan keinginan untuk memikirkan suatu permasalahan secara lebih jauh dan mendalam, dan tidak terbatas pada tuntutan lahiriah. Siapa yang tidak sedih mengalami kegagalan setelah berupaya dan berkorban segala macam, tetapi nasehat yang datang “cobalah lebih filosofis melihatnya. Pasti ada hikmah yang tersembunyi di balik kegagalan ini!.” Atau juga, “berjuanglah dengan memakai filsafat garam, dan jangan pergunakan filsafat gincu!”, demikian nasehat para orang pintar.

Apakah maksud semua nasehat ini? Apa rupanya perbedaan antara garam dengan gincu? Apa pula kaitannya dengan perjuangan? Maksudnya adalah bahwa garam tidak terlihat jika dimasukkan ke air dan ke makanan dan sebagainya, tetapi bisa merubah rasa dan citra benda yang dimasukinya. Sedangkan gincu yang dipakai para wanita memang dibuat dengan warna menantang, norak dan supaya menarik perhatian, tetapi hanya lapisan tipis di atas bibir, tersintuh sedikit saja sudah terhapus dan ‘belepotan’.

Maksud, nasehat itu, oleh karenanya, kalau berjuang yang penting bukan supaya terlihat orang lain dan digembar-gemborkan, tetapi hasil dan dampaknya yang mendalam. Ungkapan ini juga bermakna bahwa yang lebih berharga dan luhur adalah perjuangan tanpa pamrih, tanpa upacara dan tanda jasa. Ini juga pemakaian kata filsafat di kalangan masyarakat.

Gambaran lain yang muncul ketika kata ‘filsafat’ dipakai dalam kehidupan sehari-hari bahwa ia menunjuk pada masalah-masalah yang mendalam, dan biasanya abstrak. Karenanya, para filosof digambarkan sebagai orang yang berilmu dan bijaksana (walau tidak jelas apa disiplin keilmuannya dan dari mana ia memperoleh kebijaksanaannya); para pemikir yang mengabaikan kenikmatan dunia dan masalah kehidupan. Tidak heran, jika orang merasa ‘takut’ dan merasa bahwa belajar filsafat adalah ‘berbahaya’.

Citra umum bahwa filsafat itu sulit dan rumit juga tergambar dari komentar (biasanya dengan nada sinis) masyarakat, ketika mereka mengetahui bahwa Anda adalah orang yang ungkapannya sulit dipahami atau pemikirannya payah ditelusuri, lalu masyarakat berkata “wah, sudah berfilsafat pula dia sekarang!.” Akibatnya, beberapa pihak menyimpulkan bahwa ketika pemikiran filsafat atau buku filsafat (termasuk dosen filsafat) sulit dipahami, berarti pemikiran dan buku filsafat itu lebih baik dan lebih hebat. Padahal, semua ini tidak benar.

Paparan tentang anggapan umum tentang filsafat ini kita akhiri dengan mendengar percakapan dua orang mahasiswa yang sedang berbincang di bawah pohon rindang di tengah kampus. “Apa artinya hidup ini?,” kata seorang yang baru saja kehabisan uang kiriman dari kampung dan cekcok dengan pacarnya. “Jangan bersedih bung...!, kata temannya. “Hidup ini ‘kan tidak lebih dari sandiwara.” “Hebat juga filsafatmu itu! Tetapi sebenarnya apa maksudmu?” “Itulah dia, mana pula bisa ku jelaskan sama kau...! Jawabnya mengelak. “Yang dapat nilai ‘baik’ mata kuliah filsafat ‘kan ente!” Makanya kalau kuliah itu jangan sering absen.”

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel