Kekecewaan Saya Terhadap Buku "Menyikapi Perbedaan"
Friday, 20 February 2015
Alhammdulillah masih diberikan umur panjang oleh Allah sehingga masih bisa meng-update artikel-artikel untuk blog ini.
Beberapa tahun lalu, saat saya ke salah satu toko buku di Banda Aceh saya tertarik sekali melihat satu buku yang berjudul "MENYIKAPI PERBEDAAN". kenapa saya tertarik dengan judulnya? mengingat banyak sekali caci-maki dalam masalah agama akhir-akhir ini.
meskipun sudah lama saya beli, buku ini belum sempat terbaca dikarenakan saya lagi sibuk membaca buku-buku untuk menyelesaikan tugas akhir.
kemaren sebelum saya istirahat saya ingin membaca beberapa lembar halaman buku (ini metode supaya cepat lelap). dan kali ini saya membaca buku ini.
Setiap membaca buku saya selalu membaca muqaddimahnya. karena dengan membaca pendahuluannya kita akan tahu bagaimana isi buku tersebut secara global.
Saya sangat terkejut, baru beberapa halaman membacanya ternyata isinya tak seindah judulnya. ketika saya melihat buku ini pertama kali saya kira buku ini mencoba untuk meleraikan pertikaian antar umat Islam, namun ternyata buku ini adalah satu satu buku pemecah umat.
berikut saya paparkan beberapa kesalahan besar dalam dua lembar muqaddimahnya:
1. dalam buku ini ditulis " para ahli bidah menjadikan perkataan guru mereka sebagai agama".
membaca kalimat ini saya sangat terkejut, kenapa pengarang buku ini sekejam itu dalam menilai. bagaimana definisi ulama menurut penulis ini? bukankah ulama pewaris para nabi? setahu saya tidak ada perkataan ulama yang bertentangan dengan agama. malah yang mereka sampaikan adalah agama itu sendiri.
lagipula kalau kita baca dalam buku ushul fiqh karangan siapa saja ada disebutkan bahwa ada hamba Allah yang wajib taqlid (mengikuti perkataan gurunya). hal ini dikarenakan mereka tidak mampu mempelajari agama, baik karena faktor kesibukan ataupun karena faktor kecerdasan. mustahil kita memaksa seluruh penduduk negeri ini untuk jadi dokter, begitu pula mustahil kita paksakan supaya seluruh warga negara Indonesia ini untuk jadi mujtahid. maka dalam hal ini tidak mengapa kalu mereka mengikuti pendapat guru karena memang seharusnya begitu (baca lebih lanjut tentang masalah taklid disini)
2. dalam buku itu juga ditulis " mereka seperti kaum arab Badui................. menjadikan adat istiadat mereka sebagai suatu hukum"
kalimat ini sangat menggambarkan akan kedangkalan ilmu sang penulis buku. coba kita lihat buku Ushul fiqh, bukankah uruf (adat) juga termasuk salah satu sumber hukum? karena tidak cukup hanya dengan quran dan hadis saja, kita tetap membutuhkan kepada sumber hukum lain seperti ijma', qiyas dan sebagainya (baca; sumber hukum islam)
3. pada paragraf selanjutnya ditulis " ini adalah sebuah kekufuran"
masyaallah,,, lihat, orang yang ikut perkataan guru dan orang yang menjadikan adat sebagai hukum dikatakan kafir. maka kalau kita lihat judul buku ini dengan isinya sangat jauh berbeda.
pada awalnya saya ingin memperbandingkan isi buku ini dengan buku yang satunya lagi yang tema besarnya sama, namun setelah melihat isinya maka jelaslah bahwa ini buku tidak layak untuk dibaca secara serius.
Banda Aceh, 19-2-2015
Fakhrul Rozi