Mediasi Penal di Berbagai Negara
Wednesday, 18 March 2015
Sudut Hukum | Mediasi Penal di Berbagai Negara, oleh Barda Nawawi Arief
Mengenai pengaturan “penal
mediation” di bebe-rapa negara, dapat dikemukakan bahan kompa-rasi sebagai
berikut :[1]
a.
AUSTRIA :
-
Pada bulan February 1999 parlemen Austria
menerima amandemen terhadap KUHAP mengenai “refrainment
from prosecution, non-judicial mediation and diversion” (Straf-prozeßnovelle
1999) yang diberlakukan pada Januari 2000.
-
Pada mulanya diversi/pengalihan penun-tutan
hanya untuk anak melalui ATA-J (Außergerichtlicher Tatausgleich für Jugend-liche),
namun kemudian bisa juga untuk orang
dewasa melalui ATA-E (Außer-gerichtlicher
Tatausgleich für Erwachsene) yang
merupakan bentuk “victim-offender
mediation” (VOM).
-
Menurut Pasal 90g KUHAP Austria[2], Pe-nuntut
Umum dapat mengalihkan perkara pidana dari pengadilan apabila terdakwa mau mengakui
perbuatannya, siap mela-kukan ganti rugi khususnya kompensasi atas kerusakan
yang timbul atau kontribusi lainnya untuk memperbaiki akibat dari perbuatannya,
dan apabila terdakwa setuju melakukan setiap kewajiban yang diperlukan yang
menunjukkan kemauannya untuk tidak mengulangi perbuatannya di masa yad.
-
Tindak pidana yang dapat dikenakan tin-dakan
diversi, termasuk mediasi, apabila diancam dengan pidana tidak lebih dari 5 th.
penjara atau 10 th. dalam kasus anak. Bahkan dapat juga digunakan untuk kasus kekerasan yang sangat berat (Extremely severe violence). Namun
diversi tidak boleh, apabila ada korban mati seperti dalam kasus manslaughter. [3]
b.
BELGIA :
-
Pada tahun 1994 diberlakukan UU tentang
mediasi-penal (the Act on Penal Mediation)
yang juga disertai dengan pedomannya (the
Guideline on Penal Mediation). Tujuan uta-ma diadakannya “penal mediation” ini ada-lah untuk
memperbaiki kerugian materiel dan moral yang ditimbulkan karena adanya tindak
pidana. Namun, mediasi juga dapat dilakukan agar sipelaku melakukan suatu terapy atau
melakukan kerja sosial (commu-nity
service).
-
Dengan adanya ketentuan ini, penuntut umum
diberi kebebasan yang lebih luas untuk memprioritaskan kepentingan korban.
Apabila pelaku tindak pidana berjanji untuk memberi kompensasi atau telah
memberi kompensasi kepada korban, maka kasusnya dapat tidak diteruskan ke
penuntutan. Pada mulanya kewenangan penuntut umum untuk tidak meneruskan
penuntutan karena ada-nya pembayaran kompensasi hanya untuk delik yang diancam
maksimum 5 tahun penjara, tetapi dengan adanya ketentuan baru ini, dapat
digunakan juga untuk delik yang dian-cam pidana maksimum 2 tahun penjara.
-
Ketentuan hukum acaranya dimasukkan dalam
Pasal 216ter Code of Criminal Proce-dure
(10.02.1994).[4]
c.
JERMAN
-
Di
Jerman, dibedakan dua istilah : restitution dan Täter-Opfer-Ausgleich
(TOA) atau offender-victim arrangement
(OVA).
-
Aturan restitusi dimasukkan dalam the Juvenile Penal Code of 1923.
Restitusi digunakan sebagai sanksi independen (an independent sanction) atau digunakan dalam kombinasi dengan
sanksi lain (combi-nation with further
orders), atau sebagai sarana diversi (as
a means of diversion). Untuk orang dewasa, perintah restitusi diakui sejak
1953 sebagai syarat “probation” dan sejak 1975, diakui sebagai sarana diversi
bagi jaksa dan hakim [§ 153(a) StPO]. [5]
-
Pada
tahun 1990, OVA (offender-victim
arrangement) dimasukkan ke dalam hukum pidana anak secara umum (§ 10 I Nr.
7 JGG), dan dinyatakan sebagai “a means
of diversion” (§ 45 II S. 2 JGG).[6] Pada
12 Januari 1994, ditambahkan Pasal 46a ke dalam StGB (KUHP) [7].
Pasal ini menetap-kan, bahwa apabila pelaku memberi ganti rugi/kompensasi
kepada korban secara penuh atau sebagian besar, atau telah dengan
sungguh-sungguh berusaha keras untuk memberi ganti rugi, maka pidananya dapat
dikurangi atau bahkan dapat dibe-baskan
dari pemidanaan. Pembebasan pidana hanya dapat diberikan apabila delik-nya
diancam dengan maksimum pidana 1 tahun penjara atau 360 unit denda harian.
-
Penyelesaian
kasus pidana antara pelaku dan korban melalui kompensasi ini dikenal dengan
istilah Täter-Opfer-Ausgleich (TOA). Apabila TOA telah dilakukan, maka
penun-tutan dihentikan (s. 153b StPO/Strafpro-zessordnung/KUHAP).
d.
PERANCIS
:
-
Pada tahun 1993, berdasarkan UU 4 Januari
1993 [8]
yang mengamandemen Pasal 41 KUHAP (CCP- Code of Criminal Procedure), penuntut umum dapat
melakukan mediasi antara pelaku dengan korban, sebelum mengambil keputusan
dituntut tidaknya seseorang. Inti Pasal 41 CCP itu ialah : penuntut umum dapat
melakukan mediasi penal (dengan persetujuan korban dan pelaku) apabila hal itu
dipandang meru-pakan suatu tindakan yang dapat memper-baiki kerugian yang
diderita korban, meng-akhiri kesusahan,
dan membantu memper-baiki (merehabilitasi) si pelaku.[9] Apabila
mediasi tidak berhasil dilakukan, penuntutan baru dilakukan; namun apabila
berhasil penuntutan dihentikan (s. 41 dan s. 41-2 CCP- Code of Criminal Procedure).
-
Untuk tindak pidana tertentu, Pasal 41-2 CCP
membolehkan penuntut umum memin-ta pelaku untuk memberi kompensasi ke-pada
korban (melakukan mediasi penal), daripada mengenakan pidana denda, mencabut
SIM, atau memerintahkan sanksi alternatif berupa pidana kerja sosial selama 60
jam. Terlaksananya mediasi penal ini, menghapuskan penuntutan.
-
Tindak pidana tertentu yang dimaksud Psl.
41-2 CCP itu ialah : articles 222-11,
222-13 (1° to 11°), 222-16, 222-17, 222-18 (first paragraph), 227-3 to 227-7,
227-9 to 227-11, 311-3, 313-5, 314-5, 314-6, 321-1, 322-1, 322-2, 322-12 to
322-14, 433-5 to 433-7 and 521-1 of the Criminal Code, under the articles 28 and
32 (2°) of the Ordinance of 18 April 1939 fixing the regime of war materials,
arms and munitions, under Article L. 1 of the Traffic Code and under Article L.
628 of the Public Health Code
e. POLANDIA
:[10]
-
Proses mediasi perkara pidana
diatur dalam Pasal 23a CCP (Code of
Criminal Proce-dure) dan Peraturan Menteri Kehakiman 13 Juni 2003 tentang “Mediation proceedings in criminal matters”
(Journal of Laws No 108, item 1020). Pengadilan dan jaksa, atas inisiatifnya
atau atas persetuJuan korban dan pelaku, dapat menyerahkan suatu kasus ke
lembaga terpercaya atau seseorang untuk melakukan mediasi antara korban dan
terdakwa. Proses mediasi paling lama satu bulan. Biaya proses mediasi
ditanggung oleh perbendaharaan negara (State
Treasury).
Article
320.
§
1. If it is relevant in connection with a respective motion to the court, the
state prosecutor may, on his own initiative, or with the consent of parties,
refer the case to a trustworthy institution or person in order to conduct a
mediation procedure between the suspect and the injured
-
Mediator melakukan kontak dengan
para pihak, merancang pertemuan para pihak, membantu merumuskan materi kesepa-katan,
dan mengawasi terpenuhinya kewa-jiban yang timbul dari kesepakatan itu.
Mediator kemudian melaporkan semuanya itu kepada pengadilan/jaksa. Hasil
positif dari mediasi itu menjadi alasan untuk tidak melanjutkan proses pidana.
-
Mediasi dapat
diterapkan untuk semua keja-hatan yang maksimum ancaman pidananya kurang
dari 5 tahun penjara. Bahkan keja-hatan kekerasan (Violent crimes) juga dapat dimediasi [11].
Dari berbagai ketentuan di berbagai nega-ra di
atas dapat diidentifikasikan, bahwa mediasi sebagai salah satu bentuk ADR
dimungkinkan dalam perkara pidana; namun tetap diberi payung/kerangka hukum (mediation within the framework of criminal
law), yang bisa diinte-grasikan dalam hukum pidana materiel (KUHP) atau
hukum pidana formal (KUHAP), atau dalam UU khusus.
Tony Peters mengemukakan gambaran pengaturan
atau ”legal frame-work” di beberapa
negara Eropa sebagai berikut : [12]
· Ditempatkan
sebagai bagian dari UU Per-adilan Anak (the
Juvenile Justice Act), yaitu di Austria, Jerman, Finlandia, dan Polandia;
· Ditempatkan
dalam KUHAP (the Code of Criminal
Procedure), yaitu di Austria ,
Belgia, Finlandia, Perancis, dan Polandia;
·
Ditempatkan
dalam KUHP (the Criminal Code), yaitu di Finlandia, Jerman, dan Polan-dia;
·
Diatur
tersendiri secara otonom dalam UU Mediasi (the
Mediation Act), seperti di Nor-wegia, yang diberlakukan untuk anak-anak
maupun orang dewasa.
Di beberapa negara,
dimungkinkan pula mediasi dalam
kasus-kasus perbankan (dikenal dengan istilah “banking mediation”) yang terkait dengan masalah ATM (Automatic Teller Machi-ne) dan Kartu
Kredit (Credit cards). Misalnya di :
•
Malaysia :
Ruang lingkup kewenangan Banking Media-tion Bureau (BMB) di Malaysia, antara lain dapat
menangani sengketa bernilai RM 25,000, akibat
penarikan ATM yang tidak sah (Unauthorised
Automatic Teller Machine withdrawals) atau akibat penggunaan kartu kredit
yang tidak sah (Unauthorised use of
credit cards) [13].
•
Latvia :
Sehubungan dengan pertanggungjawaban penerbit kartu
kredit, Dewan Gebernur Bank Latvia (Bank
of Latvia Board of Governors) dalam resolusinya No. 89/9 tanggal 13
September 2001 tentang ”Recommendations
for Transactions Effected by Means of Elec-tronic Payment Instruments”
menyatakan sebagai berikut :[14]
4.4.4 The issuer
shall be liable to the holder of an electronic money instrument for the lost
amount of value stored on the instrument
and for the defective execution of the holder's transactions, where the loss or defective execu-tion is attributable
to a malfunction of the instrument, of the device/terminal or any other equipment authorized for use. If
the malfunction was caused by the holder knowingly or in breach of Article 3.1.3.1, the issuer shall
not be liable for the lost amount of value stored on the instrument and for the defective execution of
the holder's transactions.
Inti
dari ketentuan di atas ialah, bahwa penerbit instrumen pembayaran
elektronik (“The Issuer” : a credit institution that makes an electronic payment
instrument) bertang-gungjawab terhadap pemilik instrumen atas hilangnya nilai (uang) yang
tersimpan dalam instrumen itu dan terhadap rusaknya pelak-sanaan transaksi yang
dilakukan sipemilik, apabila hal itu disebabkan oleh tidak ber-fungsinya
instrumen itu, tidak berfungsinya peralatan/terminal pembayaran, atau tidak
berfungsinya peralatan lain yang sah untuk digunakan. Apabila tidak
berfungsinya itu disebabkan oleh kesalahan sipemilik sendiri, pihak penerbit
tidak bertanggung jawab.
Resume
:
Dari bahan komparasi di atas dapat di-identifikasikan,
bahwa di beberapa negara lain, mediasi penal dimungkinkan dalam kasus :
-
tindak pidana anak;
-
tindak pidana orang dewasa (ada yang di-batasi
untuk delik yang diancam pidana penjara maksimum tertentu);
-
tindak pidana dengan kekerasan (violent crime);
-
kekerasan dalam rumah tangga (domestic violence).
-
kasus
perbankan yang beraspek hukum pidana.
Bersambung
[1] Sub a s/d d, disarikan dari Brienen, M.E.I. and E.H.
Hoegen (2000), Victims of Crime in 22
European Criminal Justice Systems: The Implementation of Recommendation (85) 11
of the Council of Europe on the Position of the Victim in the Framework of
Criminal Law and Procedure , Dissertation, University of Tilburg. Nijmegen , The Netherlands: Wolf Legal Productions
(WLP) ISBN 90-5850-004-7; Lihat juga
Detlev Frehsee (Professor of Criminology and Criminal Law, University of Bielefeld , Germany ),
Restitution and Offender-Victim
Arrangement in German Criminal Law: Development and Theoretical Implications, http://wings.buffalo.edu/law/bclc/bclr.htm
[2] Pasal 90 g (1)
KUHAP Austria : Under the
provisions of section 90a the Public Prosecutor can divert a penal case from
the courts if the suspect is willing to acknowledge the deed and prepared to
deal with its causes, if the suspect is prepared to undertake restitution for
the possible consequences of the deed in a suitable manner , in particular by
providing compensation for damage caused or otherwise contributing to
reparation for the consequences of the deed, and if the suspect consents to
undertake any necessary obligations which indicate a willingness to refrain in
future from the type of behaviour which had led to the deed.
[3] Miers, David (2001): An International Review of
Restorative Justice, p.7, dalam tulisan Dr. Juhani Iivari, Victim-Offender Mediation – An
Alternative, an Addition or Nothing But A Rubbish Bin in Relation to Legal
Proceedings?, www.restorativejustice.org/resources/docs/iivari1/download
[4] Tony Peters, From Community Sanctions to Restorative Justice The Belgian Example,
www.unafei.or.jp/english/pdf/PDF_rms/no61/ch12.pdf.
[5] Detlev
Frehsee, op. cit., http://wings.buffalo.edu/law/bclc/bclr.htm
[6] Ibid.
[7] Dieter Rössner, Mediation
as a Basic Element of Crime Control: Theoretical and Empirical Comments, wings.buffalo.edu/law/bclc/bclrarticles/3(1)/roessner.pdf
- :
Section
46a StGB : Mediation Between the Perpetrator and the Victim, Restitution for
Harm Caused
If the perpetrator has:
1. in an effort to achieve mediation
with the aggrieved party (mediation between perpetrator and victim), completely
or substantially made restitution for his act or earnestly strived to make
restitution; or
2. in a case in which the restitution
for the harm caused required substantial personal accomplishments or personal
sacrifice on his part, completely or substantially compensated the victim,
then the court may mitigate the
punishment pursuant to Section 49 subsection (1), or, if the maximum punishment
which may be incurred is imprisonment for not more than one year or a fine of
not more than three hundred sixty daily rates, dispense with punishment.
[8] Kemudian dikembangkan berdasar UU 18
Desember 1998 dan UU 9 Juni 1999 (sumber internet: international research project – report 2.pdf)
[9] Deborah Macfarlane, Victim-Offender Mediation in France, http://www.mediationconference.com. au/2006_ Papers/Deborah%20Macfarlane%20-%20VICTIM%20
OFFENDER%20MEDIATION%20IN% 20FRANCE1.doc. : Public prosecutor can order penal
mediation with consent of victim and offender “if it appears that such a
measure may be able to remedy the harm done to the victim, put an end to the
trouble resulting from the infraction and assist in the rehabilitation of the
offender”. Ketentuan seperti ini terlihat juga di dalam UU 6 Mei 1999 Luxembourg (Lihat Luxembourg Executive summary April 200, ec.europa.eu/employment_social/fundamental_rights/ pdf/
legnet/luxsum05_en.pdf)
[10] Alternative dispute
resolutions – Poland , http://ec.europa.eu/
civiljustice/adr/adr_pol_en.htm; Lihat juga Beata
Czarnecka-Dzialuk and Dobrochna Wójcik, VICTIM-OFFENDER MEDIATION WITH JUVENILES IN POLAND, http://72.
14.235.104/search?q=cache:hug1KlizKXsJ:www.irsig.cnr.it/reports/testi_reports/pdf_reports/report_polandfinal_01sept03.pdf+penal+mediation+poland&hl=id&ct=clnk&cd=5&gl=id
[Art. 23 a. CCP § 1. The
court, and in preparatory proceedings a state prosecutor, may, on his own
initiative or with the consent of the parties, refer the case to the trustworthy
agency or person in order to conduct a mediation
procedure between the suspect and the injured party].
[11]
Miers, David (2001 p. 50), op. cit.; Menurut Dr.
Juhani Iivari, yang bersumber dari Miers dan Takala, VOM (Victim-Offender
Mediation) untuk violent crime juga
diterapkan di Austria, Polandia,
Slovenia, Canada, USA, dan Norwegia; Kasus-kasus KDRT (domestic violence) juga dapat di mediasi di United States, Austria,
Poland, Denmark and Finland. www.restorativejustice.org/resources/docs/iivari1/ download
[12] Tony Peters, From Community Sanctions to Restorative
Justice The Belgian Example, www.unafei.or.jp/english/pdf/PDF_rms/no61/ch12.pdf.; lihat juga Ivo
Aertsen, Restorative Justice in A European Perspective, http://www.extern.org/restorative/99_Conf_Aertsen.htm
[13] Lee Swee Seng, LLB, LLM, MBA, Mediation: Its Practice & Procedure, www.leesweeseng.com/
mediation.ppt menyatakan : Currently,
BMB (Banking Mediation Bureau, pen.)
handles disputes involving monetary losses of up to RM25,000 in
relation to the following areas:
•
The charging of excessive fees, interest
and penalty
•
Misleading advertisements
•
Unauthorised Automatic Teller Machine
withdrawals
•
Unauthorised use of credit cards
•
Unfair practice of pursuing actions
against a person who is a guarantor
[14] Latvian
Information Database (sumber internet).