[ Hukum ] Pembagian Hukum Pidana
Wednesday, 19 November 2014
HUKUM | PEMBAGIAN
HUKUM PIDANA
Hukum
pidana dapat dibagi atau dibedakan dari berbagai segi, antara lain sebagai berikut:
- Hukum pidana dalam arti objek tif dan hukum pidana dalam arti subjektif.
- Hukum pidana materiil dan hukum pidana formil
Menurut
van Hattum:
- Hukum pidana materiil yaitu semua ketentuan dan peraturan yang menunjukkan tentang tindakan-tindakan yang mana adalah merupakan tindakan-tindakan yang dapat dihukum, siapakah orangnya yang dapat dipertanggungjawabkan ter-hadap tindakan-tindakan tersebut dan hukuman yang bagai-mana yang dapat dijatuhkan terhadap orang tersebut, disebut juga dengan hukum pidana yang abstrak.
- Hukum pidana formil memuat peraturan-peraturan yang mengatur tentang bagaimana caranya hukum pidana yang bersifat abstrak itu harus diberlakukan secara konkrit. Biasanya orang menyebut jenis hukum pidana ini sebagai hukum acara pidana.
3.
Hukum pidana yang dikodifikasikan (gecodificeerd) dan hukum pidana yang tidak
dikodifikasikan (niet gecodificeerd)
- Hukum pidana yang dikodifikasikan misalnya adalah: Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer, dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);
- Hukum pidana yang tidak dikodifikasikan misalnya berbagai ketentuan pidana yang tersebar di luar KUHP, seperti UU Tindak Pidana Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi), UU (drt) No. 7 Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi, UU (drt) No. 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api dan Bahan Peledak, UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Me-nyampaikan Pendapat di Muka Umum, UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 21 Tahun 2007 ten-tang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan peraturan lainnya yang di dalamnya mengandung sanksi berupa pidana.
5.
Hukum pidana umum (algemeen strafrecht) dan hukum pidana khusus bijzonder
strafrecht)
van
Hattum dalam P.A.F. Lamintang menyebutkan bahwa hukum pidana umum adalah hukumpidana yang dengan sengaja telah dibentuk untuk diberlakukan bagi setiap orang
(umum), sedang-kan hukum pidana khusus adalah hukum pidana yang dengan sehungaja
telah dibentuk untuk diberlakukan bagi orang-orang ter-tentu saja misalnya bagi
anggota Angkatan Besenjata, ataupun merupakan hukum pidana yang mengatur tindak
pidana tertentu saja misalnya tindak pidana fiskal.
6.
Hukum pidana tertulis dan hukum pidana tidak tertulis
Hukumadat yang beraneka ragam di Indonesia masih diakui ber-laku sepanjang tidak
bertentangan dengan Pancasila. Hukum adat
pada
umumnya tidak tertulis. Menurut Wirjono, tidak ada hukum adat kebiasaan
(gewoonterecht) dalam rangkaian hukum pidana. Ini resminya menurut Pasal 1
KUHP, tetapi sekiranya di desa-desa daerah pedalaman di Indonesia ada sisa-sisa
dari peraturan kepidanaan yang berdasar atas kebiasaan dan yang secara konkrit,
mungkin sekali hal ini berpengaruh dalam menafsirkan pasal-pasal dari KUHP.
Berpedoman
pada Pasal 5 ayat 3 b Undang-undang No. 1 Drt Tahun 1951, ternyata masih dibuka
jalan untuk memberlakukan delik adat, walaupun dalam arti yang terbatas.
Contohnya adalah: Putusan pengadilan Negeri Poso tanggal 10 Juni 1971, Nomor:
14/Pid/1971 tentang tindak pidana adat Persetubuhan di luar kawin. Duduk
perkara pada garis besarnya ialah, bahwa terdakwa dalam tahun 1969-1970 di
kampung Lawanga kecamatan Poso kota secara berturut-turut telah melakukan
persetubuhan di luar kawin dengan E yang akhirnya menyebabkan E tersebut hamil
dan melahirkan anak. Tertuduh telah dinyatakan bersalah mela-kukan delik
kesusilaan berdasarkan pasal 5 ayat 3 b Undang-undang No. 1 Drt Tahun 1951 jo.
Pasal 284 KUHP.
Dengan
demikian sistim hukum pidana di Indonesia mengenal adanya hukum pidana tertulis
sebagai diamanatkan di dalam Pasal 1 KUHP, akan tetapi dengan tidak
mengesampingkan asas legalitas dikenal juga hukum pidana tidak tertulis sebagai
akibat dari masih diakuinya hukum yang hidup di dalam masyarakat yaitu yang berupa
hukum adat.
7.
Hukum pidana umum (algemeen strafrecht) dan hukum pidana lokal (plaatselijk
strafrecht)
Hukum
pidana umum atau hukum pidana biasa ini juga disebut sebagai hukum pidana
nasional.17 Hukum pidana umum adalah hukum pidana yang dibentuk oleh Pemerintah
Negara Pusat yang berlaku bagi subjek hukum yang berada dan berbuat melanggar
larangan hukum pidana di seluruh wilayah hukum negara. Sedangkan hukum pidana
lokal adalah hukum pidana yang dibuat oleh Pemerintah Daerah yang berlaku bagi
subjek hukum yang melakukan perbuatan yang dilarang oleh hukum pidana di dalam
wilayah hukum pemerintahan daerah tersebut. Hukum pidana lokal dapat dijumpai
di dalam Peraturan Daerah baik tingkat Propinsi, Kabupaten maupun Pemerintahan
Kota.
Penjatuhan
hukuman seperti yang diancamkan terhadap setiap pelanggar dalam peraturan
daerah itu secara mutlak harus dilaku-kan oleh pengadilan. Dalam melakukan
penahanan, pemeriksaan dan penyitaan pemerintah daerah berikut alat-alat
kekuasaannya terikat kepada ketentuan yang diatur di dalam UU No. 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana.
Selain
itu atas dasar wilayah berlakunya hukum, hukum pidana masih juga dapat
dibedakan antara hukum pidana nasional dan hukum pidana internasional (hukum
pidana supranasional). Hukum pidana internasional adalah hukum pidana yang
dibuat, diakui dan diberlakukan oleh banyak atau semua negara di dunia yang
didasarkan pada suatu konvensi internasional, berlaku dan menjadi hukum
bangsa-bangsa yang harus diakui dan diberlaku-kan oleh bangsa-bangsa di dunia,
seperti:
- Hukum pidana internasional yang bersumber pada Persetu-juan London (8-8-1945) yang menjadi dasar bagi Mahkamah Militer Internasional di Neurenberg untuk mengadili pen-jahat-penjahat perang Jerman dalam perang dunia kedua;
- Konvensi Palang Merah 1949 yang berisi antara lain menge-nai korban perang yang luka dan sakit di darat dan di laut, tawanan perang, penduduk sipil dalam peperangan.