Pengertian Judicial Review
Friday, 26 January 2018
SUDUT HUKUM | Dalam kamus besar Bahasa Inggris, yudicial diartikan yang berhak dengan pengadilan dan review diartikan tinjauan. Judicial review (hak uji materil) merupakan kewenangan lembaga peradilan untuk menguji kesahihan dan daya laku produk-produk hukum yang dihasilkan oleh eksekutif, legislatif maupun yudikatif di hadapan konstitusi yang berlaku.
Peristilahan “judicial review” dapat dibedakan dengan istilah “constitutional review” atau pengujian konstitusional. Pembedaan dilakukan sekurang-kurangnya karena dua alasan. Pertama, “constitutional review” selain dilakukan oleh hakim dapat pula dilakukan oleh lembaga selain hakim atau pengadilan, tergantung kepada lembaga mana UUD memberikan kewenangan untuk melakukannya. Kedua, dalam konsep “judicial review” terkait pula pengertian yang lebih luas objeknya, misalnya mencakup soal legalitas peraturan di bawah Undang-Undang terhadap Undang-Undang, sedangkan “constitutional review” hanya menyangkut pengujian konstitusionalitasnya, yaitu terhadap UUD.
Konsep “constitutional review” itu dapat dilihat sebagai hasil perkembangan gagasan modern tentang sistem pemerintahan demokratis yang didasarkan atas ide-ide negara hukum (rule of law), prinsip pemisahan kekuasaan (separation of powers), serta perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia (the protection of fundamental rights).
Dalam sistem "constitutional review’ itu tercakup 2 (dua) tugas pokok. Pertama, menjamin berfungsinya sistem demokrasi dalam hubungan perimbangan peran atau interplay antara cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan lembaga peradilan (judiciary). Dengan kata lain, “constitutional review” dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pendayagunaan kekuasaan oleh satu cabang kekuasaan sedemikian rupa sehingga cabang kekuasaan lainnya; Kedua, melindungi setiap individu warga negara dari penyalahgunaan kekuasaan oleh lembaga negara yang merugikan hak-hak fundamental mereka yang dijamin dalam konstitusi.
Di dunia saat ini, sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan “constitutional review” berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam di setiap negara.
Baik dalam kepustakaan maupun dalam praktik dikenal dengan adanya dua macam hak menguji (toetsingrecht) yaitu hak menguji formil (formele toetsingrecht) dan hak menguji materiil (materiele toetsingrecht). Berikut ini akan diuraikan lebih jelas mengenai ke dua hak menguji tersebut :
- Pengujian Formil (formele toetsingrecht)
Pasal 51 ayat (3) huruf a UU Nomor 24 Tahun 2003 yang kemudian diubah dalam Pasal 51A ayat (4) huruf b UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang MKRI mengatur mengenai pengujian formil, dimana dalam ketentuan tersebut diatur bahwa pemohon wajib menguraikan dengan jelas bahwa pembentuk UU tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD 1945.
Menurut Sri Soemantri hak menguji formil adalah wewenang untuk menilai suatu produk legislatif seperti UU diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku ataukah tidak.Harun Alfrasid mengemukakan bahwa hak menguji formil ialah mengenai prosedural pembuatan UU. Sedangkan Jimly Asshiddiqie mengemukakan bahwa secara umum yang dapat disebut sebagai pengujian formil (formele toetsingrecht) tidak hanya mencakup proses pembentukan UU dalam arti sempit tetapi juga mencakup pengujian mengenai aspek bentuk UU dan pemberlakuan UU.
- Pengujian Materiil (materiele toetsingrecht)
Pasal 51 ayat (3) huruf b UU Nomor 24 Tahun 2003 yang kemudian diubah dalam Pasal 51A ayat (5) huruf b UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang MKRI mengatur mengenai pengujian materiil, dimana dalam ketentuan tersebut diatur bahwa pemohon wajib menguraikan dengan jelas bahwa materi muatan dalam ayat, Pasal, dan/atau bagian UU dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
Mengenai hal tersebut diatur lebih lanjut dalam Pasal 4 ayat (2) PMK Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang, mengatur mengenai pengujian materiil sebagai berikut: “Pengujian materiil adalah pengujian UU yang berkenan dengan materi mautan dalam ayat, Pasal, dan/atau bagian yang bertentangan dengan UUD 1945.”
Menurut Sri Soemantri hak menguji materiil adalah suatu wewenang untuk menyelidiki dan kemudian menilai apakah isi suatu peraturan perundang-undangan sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi derajatnya.